ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana pandangan dan harapan tokoh masyarakat Bone bagian
selatan terhadap rencana pemekaran Kabupaten Bone. Tipe penelitian ini menggunakan dasar penelitian survey dan tipe
penelitian deskriptif. Hal ini dimaksudkan guna memperoleh gambaran yang jelas
mengenai pandangan dan harapan tokoh masyarakat terhadap wacana
pemekaran Kabupaten Bone (bone bagian selatan). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi atau pengamatan
langsung, angket, serta wawancara terhadap sejumlah informan.
Berdasarkan hasil
penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa:
1.
Pada umumnya tokoh masyarakat
mengetahui rencana pembentukan Kabupaten Bone.
2. Tokoh masyarakat sangat menaruh harapan besar terhadap upaya pembentukan
daerah Kabupaten Bone Selatan, karena dengan terbentuknya kabupaten baru ini
kelak, akan menciptakan peluang lapangan pekerjaan yang besar, mereka juga
berharap agar pemerintah lebih mendekatkan diri kepada masyarakat, lebih
memperhatikan nasib mereka, pelayanan dapat dinikmati dengan mudah, bebas KKN,
pembangunan yang merata, potensi daerah dapat dikelola dengan baik dan masa
depan yang layak bagi keturunan mereka akan terbuka lebar.
3. Tingkat persetujuan masyarakat yang tinggi, tidak terlepas dari
tanggapan/pemahaman akan manfaat sebuah pemberian hak otonomi kepada sebuah
daerah, karena menurut mereka dengan terbentuknya kabupaten ini, akan membawa
manfaat antara lain:
a.
Efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan
segala urusan yang berhubungan dengan pemerintah akan tercipta.
b.
Pelayanan akan semakin cepat, murah dan
berkualitas.
c.
Pembangunan akan lebih merata ke seluruh
daerah.
d.
Akan terjalin kedekatan antara pemerintah dan
masyarakat yang pada gilirannya akan menciptakan sebuah iklim kerjasama yang
baik dalam menciptakan kesejahteraan bersama.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu
perubahan yang mendasari dalam era Reformasi saat ini adalah pemberian otonomi
daerah yang lebih luas. Otonomi daerah memberikan kesempatan kepada daerah
untuk mengembangkan dan membangun daerahnya. Oleh karena itu daerah diberi
kebebasan dan keleluasaan untuk membangun dan mengembangkan daerah sesuai
dengan kebutuhan dan potensi daerahnya.
Otonomi daerah
yang lebih luas membawa dampak terhadap perubahan dan pengembangan suatu
wilayah. Salah satunya adalah dengan adanya respon pemerintah pusat terhadap
pemekaran wilayah melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal
ini tentu memberikan peluang yang besar bagi daerah untuk melakukan pemekaran
wilayah sebagai penjabaran undang-undang tersebut.
Sebagai tindak
lanjut dari UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, diterbitkanlah Peraturan
Pemerintah No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah yang merupakan hasil revisi
dari PP No. 129 Tahun 2000. Munculnya Peraturan
Pemerintah No. 78 Tahun 2007 telah memicu berbagai daerah untuk melakukan
pemekaran wilayah yang salah satunya adalah pemekaran wilayah Kabupaten Bone
Propinsi Sulawesi Selatan.
Antropolog
Elisabeth Morrel (Tasrifin Tahara, Tribun Timur 15 Maret 2007) mengatakan
seperti halnya masyarakat Sulawesi Selatan, tuntutan terbentuknya propinsi dan
kabupaten baru menunjukkan adanya ketidakpuasan masyarakat dengan sistem
pemerintahan yang bersifat sentralistis dan mengabaikan masyarakat yang jauh
dari pusat pemerintahan. Masyarakat di daerah diabaikan karena jarak yang jauh
secara geografis dari pusat pemerintahan
sehingga pelayanan masyarakat juga semakin sulit. Sulitnya pelayanan mendorong
daerah tertentu untuk melakukan pemekaran wilayah yang berpisah dari kabupaten
induknya.
Demi
menghindari adanya ketimpangan yang terjadi di daerah yang telah dimekarkan,
maka langkah pertama yang mesti dilakukan adalah distribusi sumber daya yang
menyangkut aparat pemerintahan, kemudian dana alokasi pembangunan yang didasarkan
pada sumber-sumber penerimaan daerah.
Sumber daya
manusia yang menjadi motor pembangunan adalah keharusan karena sebaik apapun
sebuah rencana dan strategi yang disusun dan dibuat, akan menjadi mentah dan
buyar akibat ketiadaan mental pembangunan yang melekat pada dirinya. Jika
demikian yang terjadi maka, isu pemekaran daerah yang dilemparkan atas nama
masyarakat hanyalah merupakan sarana untuk membagi kursi pemerintahan. Dimana
dengan begitu akan membuka akses yang luas pada berbagai posisi-posisi penting,
penerimaan pegawai yang banyak untuk menduduki pos tertentu yang hanya menambah
beban negara.
Akan sangat
disayangkan, jika ternyata cita-cita pemekaran daerah dilakukan seperti disebut
di atas. Untuk itu, kita hanya dapat berharap bahwa pemekaran daerah dapat
menjadi lampu hijau dalam pembangunan masa depan daerah yang lebih baik. Tidak
saja dalam pembangunan fisik (industri) maka daerah dapat dinyatakan maju,
tetapi cara berpikir masyarakat, pola hidup masyarakat dimana mereka tak
dirundung lagi oleh budaya tradisional dengan sikap tradisional, tetapi telah
beralih ke warisan budaya tradisi dengan sikap yang tak tradisional.
Pembangunan seperti ini akan jauh lebih bermanfaat, jika dibandingkan dengan
pembangunan dengan konsentrasi industri yang lebih menciptakan budaya
ketergantungan.
Kabupaten Bone
adalah salah satu dari sekian banyak kabupaten yang ingin mencoba melakukan
pemekaran seperti kabupaten lain yang ada di wilayah Indonesia. Adapun daerah
ini rencana dimekarkan menjadi empat wilayah yaitu Bone, Bone Barat, Bone
Utara, dan Bone Selatan yang tak lain dengan tujuan untuk meningkatkan
pelayanan publik akibat jarak wilayah ibukota kabupaten dengan daerah ini cukup
jauh. Rencana pemekaran ini dengan alasan utama seperti disebut di atas,
tentunya bertujuan meningkatkan
kesejahteraan rakyat, perluasan ruang bagi pendidikan politik, pemberdayaan
masyarakat, serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam agar bisa lebih
dinikmati masyarakat di daerah tersebut.
Namun rencana
tersebut sudah sejak awal mengalami pro kontra dikalangan masyarakat bahkan
sudah mengarah pada konflik elit, ini dibuktikan pada hasil penelitian yang ada
sebelumnya. Bagi penulis pro kontra maupun konflik yang ada kemungkinan terjadi
salah satunya akibat tidak adanya penelitian sebelumnya yang memadai tentang
pengetahuan ataupun aspirasi masyarakat sesungguhnya yang bisa menjadi pegangan
semua pihak yang pro maupun yang kontra. Sebab yang menjadi permasalahan saat
ini adalah apakah rencana ini murni muncul
dari aspirasi masyarakat di Kabupaten Bone khususnya Bone bagian selatan
atau hanya dihembuskan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu
saja. Hal inilah yang mencoba diketahui lewat penelitian ini, diharapkan bahwa
dari penelitian kami dapat menggali sejauh mana pandangan serta aspirasi
masyarakat tentang rencana pemekaran, apakah benar bahwa keinginan tersebut
adalah murni keinginan masyarakat atau hanya keinginan sekelompok elit saja?
Oleh karena itu
berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul:
“Pandangan Dan Harapan Tokoh Masyarakat Terhadap Wacana
Pemekaran Kabupaten Bone (Bone Bagian Selatan)”
1.2.
Rumusan Masalah
Dalam UU No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang ditindaklanjuti dengan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah,
telah disebutkan dengan jelas sejumlah kualifikasi yang menjadi persyaratan pembentukan
suatu daerah otonom. Pasal 4 ayat (2) PP ini menyebutkan bahwa:
“Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa
pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan
pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif,
teknis, dan fisik kewilayahan.”
Lebih lanjut lagi
disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3) tentang syarat administratif bahwa,
“Keputusan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
ayat (2) huruf a diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat
setempat.”
Pasal 5 ayat (1) huruf a dan ayat (2)
huruf a yang dimaksud di atas masing-masing, adalah; “Keputusan masing-masing
DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang
persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna”, dan
“Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota”.
Secara sederhana jika berbicara
mengenai aspirasi, akan berawal pada pembahasan mengenai pandangan/tanggapan
seseorang terhadap stimulus yang ada, yang kemudian diproses dan menghasilkan
buah pemikiran yang kemudian lazim disebut sebagai persepsi. Dalam hal rencana
pembentukan Kabupaten Bone Selatan, tentunya juga tidak akan terlepas dari pandangan
beragam masyarakat, baik yang sifatnya pro maupun kontra. Hal ini pulalah yang
kemudian akan membentuk tatanan sosial, utamanya kesiapan mental dari
masyarakat dalam menyikapi dan menyambut kehadiran peluang baru bagi kehidupan
yang sejahtera.
Berdasarkan
uraian latar belakang penelitian, maka masalah yang akan diteliti dibatasi
dalam rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan tokoh masyarakat Bone
bagian selatan terhadap wacana pemekaran Kabupaten Bone?
2. Apa harapan tokoh masyarakat setelah Bone
selatan terbentuk nantinya ?
1.3. Tujuan dan
Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui sejauh mana pandangan masyarakat Bone bagian selatan terhadap
rencana pemekaran Kabupaten Bone.
2. Untuk mengetahui harapan tokoh masyarakat setelah
terbentuk Bone selatan nantinya.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
1. Diharapkan
hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan pemerintah dalam rangka
melakukan upaya pemekaran Kabupaten Bone.
2. Sekiranya
dapat digunakan oleh daerah sebagai referensi dalam upaya mengkaji lebih jauh
fenomena pemekaran wilayah di seluruh Indonesia khususnya di Kabupaten Bone.
3. Kegunaan akademik dari hasil ini
diharapkan memberikan nilai tambah bagi penelitian-penelitian ilmiah,
selanjutya dapat dijadikan bahan komparatif bagi yang mengkaji masalah Otonomi
Daerah terutama tentang masalah pemekaran.
1.4. Kerangka Konseptual
Wacana tentang
pemekaran kabupaten Bone bukanlah hal baru lagi, gagasan ini setidaknya
dibuktikan dengan diwujudkannya deklarasi di dua tempat yaitu Palattae pada
tanggal 26 Januari 2003, dimana wilayah ini merupakan representase dari
keinginan pembentukan wilayah Bone selatan. Sedangkan deklarasi yang kedua
sebagai representase dari keinginan masyarakat Bone bagian barat yang berlangsung
di Lappa Riaja pada 9 september 2003.
Wilayah yang
menjadi rencana pemekaran Bone Selatan yang terdiri dari tujuh kecamatan
menjadi tempat bagi penulis untuk melakukan penelitian ini. Dimana penulis
mencoba menggali tentang “Pandangan Dan Harapan Tokoh Masyarakat Terhadap
Wacana Pemekaran Kabupaten Bone (Bone Bagian Selatan)”.
Selanjutnya
penulis mencoba mengemukakan defenisi/ pengertian tentang apa itu pandangan dan harapan?
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia pandangan disebut ”sesuatu yang dipandang” (dalam arti
kiasan juga). ”Penglihatan yang tetap dan agak lama, memandang, melihat,
menganggap, memperlakukan sebagai, memperdulikan, memperlihatkan, mengingat
akan, menyegani, menghargai, pemandangan, penglihatan, keadaan alam mengenai
sesuatu hal dalam rapat” (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, 2007:641).
Sedangkan
harapan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti ”sesuatu yang (dapat)
diharapkan, keinginan supaya menjadi kenyataan, orang yang diharapkan atau
dipercaya”. Harap berarti ”mohon, minta, hendaklah, keinginan supaya sesuatu
terjadi”. Harap-harap berarti ”gelisah, khawatir, bimbang”. Harap-harapan
berarti ”selalu berharap, selalu rindu (akan), selalu menanti”. Berharap
berarti ”berkeinginan supaya terjadi, meminta supaya” (Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Baru, 2007:311).
Bagan
Kerangka Konseptual
1.5. Metode Penelitian
Dalam
pembahasan metode penelitian ini akan diuraikan menyangkut 7 aspek pendukung
dalam metodologi penelitian yang akan dilakukan. Adapun 7 aspek tersebut,
yaitu: lokasi penelitian, dasar dan tipe penelitian, teknik pengumpulan data,
populasi dan sampel, jenis dan sumber data, defenisi operasional, dan teknik
analisis data yang kesemuanya akan diuraikan lebih lanjut.
1.5.1. Lokasi
Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di beberapa wilayah di Kabupaten Bone bagian selatan yang terdiri
dari empat kecamatan yakni: Kecamatan Tonra, Kajuara, Kahu, dan Patimpeng. Yang
rencananya akan dimekarkan menjadi sebuah kabupaten baru di daerah Bone.
1.5.2. Dasar dan Tipe Penelitian
a. Dasar
penelitian yang digunakan adalah survey
yaitu merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu
kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehesif.
b. Tipe
penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif, yang bertujuan memberikan gambaran (deskripsi) secara
jelas tentang kelayakan pemekaran sebuah daerah berdasarkan aturan yang ada.
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik
pengumpulan data dengan cara Study Lapang (field research). Studi lapang
ini dimaksudkan bahwa penulis langsung melakukan penelitian pada lokasi atau
objek yang telah ditentukan. Studi lapang ditempuh dengan cara sebagai berikut
:
1.
Observasi
Yaitu
dengan melakukan pengamatan langsung yang ada di lapangan yang erat kaitannya
dengan objek penelitian.
2.
Interview
Yaitu
mengadakan tanya jawab langsung kepada sejumlah informan dan responden untuk memperoleh informasi dan
gagasan yang berkaitan erat dengan penelitian ini.
3. Angket
Yaitu
dengan mengedarkan daftar pertanyaan kepada sejumlah responden yang telah
ditentukan untuk mendapatkan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang berkaitan
dengan objek penelitian.
Selain
dengan studi lapang, penelitian ini juga akan menggunakan teknik pengumpulan
data dengan cara Studi Pustaka (library
research), yaitu teknik pengambilan data dengan menelusuri literatur dan
dokumen-dokumen atau perundangan-undangan yang relevan dengan fokus penelitian
ini.
1.5.4. Populasi
dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat Bone bagian selatan yang terdiri dari tujuh
kecamatan yakni: Kecamatan Tonra, Salomekko, Kajuara, Bonto Cani, Kahu, Patimpeng,
dan Libureng. Dari ke tujuh kecamatan ini, penulis mengambil 4 sampel kecamatan,
yaitu Kecamatan Tonra sebagai wilayah Bone bagian selatan yang jaraknya cukup
dekat dengan ibukota Kabupaten Bone saat ini, Kajuara sebagai daerah yang
letaknya berada pada wilayah perbatasan Bone-Sinjai, Kahu sebagai daerah yang
letaknya cukup dekat dengan Kabupaten Sinjai, dan Patimpeng sebagai daerah yang
wilayahnya berada di ujung Bone bagian selatan.
b.Sampel
Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik penarikan sampel secara purposif
(purposive sampling) yaitu memilih
secara sengaja dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih dianggap banyak
mengetahui dan berkompeten terhadap masalah yang dihadapi dan diharapkan agar
responden yang dipilih mewakili populasi. Adapun yang akan menjadi informan
adalah beberapa tokoh-tokoh masyarakat, agamawan, budayawan, pendidik, pemuda,
unsur pemerintah, kepala desa, dan Ormas lainnya yang ada di wilayah Bone
Selatan.
Adapun responden
yang dipilih berasal dari beberapa tokoh masyarakat, seperti:
- Agamawan 3
orang perkec. x 4 kec. = 12 orang
- Budayawan 3
orang perkec. x 4 kec. = 12 orang
- Pendidik 3
orang perkec. x 4 kec. = 12 orang
- Pemuda 3
orang perkec. x 4 kec. = 12 orang
- Petani 3
orang perkec. x 4 kec. = 12 orang
Jumlah 60
orang
1.5.5. Jenis
dan Sumber Data
Pada
penelitian ini penulis menggunakan data yang menurut penulis sesuai dengan
objek penelitian sehingga dapat memberikan gambaran langsung terhadap objek
penelitian. Adapun jenis data yang digunakan ada dua jenis, yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data-data kualitatif yang diperoleh
langsung dari informan yang telah ditentukan, berupa catatan-catatan hasil
pengamatan dan wawancara yang dilakukan sehingga dapat memberikan gambaran
langsung tentang lokasi penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data relevan yang berasal dari buku-buku,
literatur-literatur atau pengamatan langsung di lapangan yang dibutuhkan sesuai
dengan maksud penelitian ini, sehingga dapat memberikan gambaran tentang
kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan dengan pembentukan sebuah kabupaten.
1.5.6.
Defenisi
Operasional
Pembentukan
sebuah daerah kabupaten baru merupakan pemberian tanggung jawab yang besar bagi
masyarakat untuk turut serta dalam membangun daerahnya melalui partisipasi
aktif dalam proses pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan.
Mengidentifikasi
untuk memahami pandangan yang tersimpan dalam pengetahuan masyarakat merupakan
hal yang sangat penting karena pandangan yang melatarbelakangi perlakuan
manusia dalam mencapai suatu keadaan yang dianggap baik.
Setelah
menguraikan beberapa konsep dalam hal yang berhubungan dengan kegiatan
penelitian ini, maka untuk mempermudah dalam mencapai tujuan penelitian perlu
disusun defenisi operasional yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam
penelitian ini antara lain :
- Tanggapan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan pemerintahan Bone bagian selatan dengan indikator antara lain :
- Pengetahuan pelaksanaan Pemerintahan.
- Pengetahuan tentang istilah pemekaran.
- Tanggapan tokoh masyarakat Bone bagian selatan terhadap rencana pemekaran Kabupaten Bone, dengan indikator antara lain :
- Pengetahuan tentang rencana pemekaran Bone selatan.
- Pengamatan terhadap terbentuknya Bone selatan.
- Alasan terhadap rencana pemekaran Bone selatan.
- Peluang konflik terhadap rencana pemekaran Bone selatan.
1.5.7. Analisis
Data
Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dalam penelitian ini, maka
data yang didapatkan di lapangan akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif, yang didukung oleh analisis kuantitatif dalam bentuk
tabel frekuensi dan hasil wawancara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian
Pandangan dan Harapan
Salah satu tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah
untuk menjaga suatu sistem ketertiban di mana masyarakat menjalani kehidupannya
secara wajar. Dengan kata lain, pada hakikatnya keberadaan pemerintah di
tengah-tengah kehidupan masyarakat adalah untuk memberikan pelayanan demi
terciptanya sebuah kehidupan yang sejahtera yang sesuai dengan cita-cita awal
pembentukan sebuah sistem yang akan mengatur kehidupan masyarakat luas, yang
kemudian disebut pemerintah. Senada dengan hal di atas, bahwa aspirasi masyarakat
menjadi salah satu fokus perhatian pemerintah dalam menjalankan
pemerintahannya, yakni bagaimana proses pendistribusian
aspirasi masyarakat menjadi perhatian utama yang tercermin dalam setiap kebijakan atau
aturan yang di keluarkan oleh pemerintah.
Dalam
memberikan aspirasinya, masyarakat tentunya berdasarkan pada pengetahuan yang
dimilikinya. Selain itu, tanggapan tentang sebuah proses maupun produk
kebijakan yang dikeluarkan dapat pula menjadi dasar pengetahuannya. Lebih jauh
lagi, bahwa pandangan masyarakat merupakan sebuah bentuk partisipasi karena pandangan
mengandung pemikiran, keinginan, yang
didorong oleh hasrat murni, kehendak dan cita-cita manusia dalam mencapai suatu keadaan yang dianggap lebih baik dan
sekaligus sebagai refleksi untuk
berperilaku.
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia pandangan disebut ”sesuatu yang dipandang” (dalam arti
kiasan juga). ”Penglihatan yang tetap dan agak lama, memandang, melihat,
menganggap, memperlakukan sebagai, memperdulikan, memperlihatkan, mengingat
akan, menyegani, menghargai, pemandangan, penglihatan, keadaan alam mengenai
sesuatu hal dalam rapat” (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru, 2007:641).
Sedangkan
harapan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti ”sesuatu yang (dapat)
diharapkan, keinginan supaya menjadi kenyataan, orang yang diharapkan atau
dipercaya”. Harap berarti ”mohon, minta, hendaklah, keinginan supaya sesuatu
terjadi”. Harap-harap berarti ”gelisah, khawatir, bimbang”. Harap-harapan
berarti ”selalu berharap, selalu rindu (akan), selalu menanti”. Berharap
berarti ”berkeinginan supaya terjadi, meminta supaya” (Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Baru, 2007:311).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, secara sederhana dapat dikatakan bahwa
pandangan adalah sebuah hasil yang tercipta
dari proses pemberian makna terhadap suatu stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera manusia. Untuk itu pandangan merupakan konsep yang di dalamnya
terdapat subjek dan objek, baik berupa individu maupun berupa sebuah komunitas tertentu. Dalam proses pemberian makna
dimaksud, objek dapat ditemukan melalui
panca indera dalam suatu interaksi sosial yang terjadi. Kemudian input tersebut
akan diproses lebih lanjut dengan menggunakan informasi yang telah diterima
sebelumnya sebagai bahan pembanding, yang dibuat dengan mempertimbangkan segala
informasi/input yang memiliki relevansi dengan subjek yang menjadi fokus
perhatian. Itulah kemudian yang menjadi sebuah konstruksi pemahaman dan
pengetahuan di mana berbagai taggapan yang dikemukakan subjek tersebut
merupakan pandangan subjek itu.
2.2. Konsep Masyarakat
Kesatuan-kesatuan
hidup manusia atau masyarakat yang dalam bahasa Inggris disebut “society” berasal dari bahasa latin “socius” yang berarti kawan. Kata masyarakat
berasal dari bahasa Arab “syara” yang
artinya ikut serta atau berpartisipasi. Menurut JL. Gillin dan JP. Gillin dalam
Koentjaraningrat, (1981:144) menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup
terbesar dimana terdapat kontinuitas adat istiadat, sikap dan identitas bersama
dalam geraknya. Lebih lanjut Koentjaraningrat (1981:146) menyatakan bahwa
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut satu sistem
adat istiadat tertentu bersifat kontinyu dan terkait oleh suatu identitas
bersama.
Pengertian
ini mengandung makna bahwa dalam sebuah kelompok manusia yang telah bersepakat
menyatukan diri menjadi sebuah komunitas yang disebut masyarakat, telah
terdapat sebuah tatanan adat-istiadat yang mereka sepakati bersama yang
sifatnya mengikat setiap individu yang ada dalam kelompok tersebut. Adat inilah
yang pada gilirannya akan menjadi sebuah tatanan sosial dan budaya, yang
menjadi warna dan ciri khas tersendiri untuk masyarakat tersebut.
Terdapat empat unsur/ ciri dalam masyarakat yaitu :
1.
Adanya
interaksi antara warga-warganya.
2.
Adanya adat, norma, hukum, dan aturan khas yang mengatur
seluruh pola tingkah laku.
3.
Suatu
kontuniutas dalam waktu.
4.
Suatu rasa identitas yang kuat yang mengikat semua warga.
Selain istilah masyarakat dijumpai pula istilah komunitas (community) atau
masyarakat setempat berarti suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu
wilayah yang nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat, serta
yang terikat oleh suatu rasa identitas komunitas (Koentjaraningrat, 1981:148). Wilayah ini bisa berupa
warga sebuah desa, kota,
suku atau bangsa. Komuniti yang menunjukkan pada bagian masyarakat yang
bertempat tinggal disuatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas
tertentu sehingga faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang
lebih besar diantara anggota dibandingkan dengan penduduk di luar batas
wilayahnya.
Interaksi yang
terjadi di dalam biasanya terdapat ikatan solidaritas yang kuat sebagai
pengaruh kesatuan tempat tinggalnya yang juga berfungsi sebagai ukuran untuk
menggaris bawahi hubungan antara hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah
geografis. Di samping itu, ada perasaan saling memerlukan dan bahwa tanah yang
mereka tinggali memberikan kehidupan kepada semuanya. Perasaan demikian menurut
Soekamto (1990:64) merupakan identifikasi dengan tempat tinggal yang dinamakan
perasaan komuniti (community centiment) yang terdiri dari unsu-unsur :
1.
Seperasaan,
akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak
mungkin orang dalam kelompok tersebut.
2.
Sepenanggungan, setiap individu
sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri
memungkinkan peranannya dalam kelompok dijalankan.
3.
Saling
memerlukan, individu
yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada
komunitasnya yang meliputi kebutuhan fisik maupun psikologis.
Kingsley Davis
dalam Sardjono Soekamto (1990:165) mengemukakan bahwa masyarakat setempat dapat
diklasifikasikan untuk membeda-bedakan antara bermacam-macam masyarakat yang
sederhana/ tradisional dengan yang modern atau antara masyarakat pedesaan atau
perkotaan. Klasifikasi itu menggunakan empat kriteria yang saling berkaitan,
yaitu: jumlah penduduk, luas wilayah, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah
pedalaman, fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh
masyarakat, organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan. Masyarakat yang
sederhana apabila dibandingkan dengan masyarakat yang sudah kompleks yaitu
terlihat kecil, organisasinya sederhana dan penduduknya tersebar.
Lebih lanjut,
Tonnies dan Loomis menguraikan bahwa interaksi dan hubungan di antara individu-individu selalu
terjadi dalam masyarakat. Hubungan-hubungan positif antara manusia selalu
bersifat “gemeinschap” (paguyuban)
atau “gesellschaft” (patembayan).
Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotaya diikat oleh
hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasarnya
adalah rasa cinta dan kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Paguyuban
dapat terdiri karena ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan
seperti keluarga dan kelompok kekerabatan, atau dapat pula karena tempat yang
terdiri dari rukun tetangga, rukun warga dan arisan maupun karena jiwa pikiran
mereka yang sama. Sebaliknya patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat
pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam
pikiran belaka serta strukturnya bersifat mekanis. Patembayan terdapat dalam
hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik seperti antar
pedagang, organisasi dan industri.
Hubungan-hubungan
tersebut sangat mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat pedesaan (rural
community) dan masyarakat perkotaan (urban community), walaupun perbedaan
keduanya pada hakekatnya bersifat gradual. Warga suatu masyarakat pedesaan
mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam serta kelompok atas dasar
sistem kekeluargaan dan umumnya hidup dari pertanian. Sedangkan bagi masyarakat
perkotaan ciri-cirinya yang menonjol adalah :
1.
Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan
kehidupan agama di desa.
2.
Umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain.
3.
Pembagian kerjanya juga lebih tegas dan punya batas-batas
nyata sehingga kemungkinan untuk dapat pekerjaan juga lebih banyak.
4.
Interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan kepada
faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
5.
Perubahan-perubahan sosial tampak nyata di kota.
Selanjutnya menurut M. Cholil Mansyur
(1989:21) memberikan pengertian masyarakat sebagai pergaulan hidup yang akrab
antara manusia, dipersekutukan dengan
cara-cara tertentu oleh hasrat-hasrat kemasyarakatan merdeka.
Dalam hidup
bermasyarakat manusia selalu diatur oleh adanya cara-cara tertentu yang
merupakan aturan manusia dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia lain,
karena tidak semua kebutuhan hidupnya dapat dipenuhi
sendiri begitu pun sebaliknya pada orang lain, saling ketergantungan ini menimbulkan interaksi sosial.
Interaksi
sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat diketahui melalui adanya kontak sosial (social contact) dan komunikasi yang terjadi antara
masyarakat. Adanya kontak sosial dan komunikasi itu sehingga masyarakat selalu
kelihatan hidup penuh dengan kebersamaan.
Dari sejumlah definisi masyarakat tersebut di atas pada dasarnya mempunyai
makna atau pengertian yang sama bahwa dalam kehidupan masyarakat terdapat
beberapa hal yang bersifat prinsipil, antara lain sebagai berikut :
o Manusia yang hidup
bersama. Dalam hal ini tidak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk
menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi, secara teoritis
angka minimumnya adalah dua orang yang hidup bersama.
o Bercampur dalam waktu
yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan
benda-benda mati yang lainnya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan
timbul manusia-manusia baru. Sebagai akibat dari hidup bersama ini, timbullah
interaksi atau sistem komunikasi yang melahirkan konsekuensi logis berupa
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan-hubungan antara manusia dalam
kelompok tersebut.
o Adanya kesadaran bahwa mereka
adalah suatu kesatuan dimana antara anggota di dalamnya terdapat ikatan sosial.
o Masyarakat adalah sebuah
sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan oleh
karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa masyarakat
senantiasa merupakan suatu sistem, oleh karena mencakup berbagai komponen yang
saling berkaitan secara sosial.
2.3. Konsep Pemekaran
Pemekaran wilayah yang terjadi di kabupaten dan kota di Indonesia merupakan
konsekuensi dari adanya otonomi daerah yang bersumber dari asas desentralisasi
yang dianut oleh bangsa Indonesia tak lain dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan pelayanan publik yang tujuan utamanya meningkatkan kesejahteraan
rakyat, perluasan ruang bagi pendidikan politik, pemberdayaan masyarakat, serta
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam agar bisa lebih dinikmati
masyarakat di daerah tersebut.
Secara konseptual pengertian pemekaran wilayah dapat dirumuskan sebagai
rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber
daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional, meningkatkan
keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses
penataan daerah dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yag berkelanjutan
dalam wadah NKRI.
Selanjutnya di
dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah
yang merupakan hasil revisi dari
Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 yang memberikan definisi
tentang pembentukan dan pemekaran daerah, bahwa; “Pembentukan daerah adalah
pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah propinsi atau daerah
kabupaten/kota.” Sedangkan “Pemekaran daerah adalah pemecahan propinsi atau
kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih.”
Dari
kedua pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pembentukan dan pemekaran
daerah pada dasarnya adalah sama, yaitu lahirnya satu atau lebih daerah
administratif dari satu daerah yang menjadi induknya. Perbedaannya hanya
terletak pada sisi dari mana kita memandangnya. Istilah pemekaran daerah akan dipakai jika dilihat dari sisi daerah
induk yang kemudian akan dipecah/dimekarkan menjadi beberapa daerah administratif,
sedangkan istilah pembentukan daerah dapat dipakai jika melihat pada daerah
baru hasil pemekaran tersebut.
Dalam UU No.
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang ditindaklanjuti dengan PP No. 78 Tahun
2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah, telah
disebutkan dengan jelas sejumlah kualifikasi yang menjadi persyaratan
pembentukan suatu daerah otonom. Pasal 4 ayat (2) PP ini menyebutkan bahwa:
“Pembentukan
daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa
kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus
memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.”
Lebih
lanjut lagi disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3) tentang syarat administratif
bahwa, “Keputusan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan ayat (2) huruf a diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat
setempat.”
Pasal 5 ayat (1)
huruf a dan ayat (2) huruf a yang dimaksud di atas masing-masing, adalah;
“Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah
calon propinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil
Rapat Paripurna”, dan “Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan
pembentukan calon kabupaten/kota”.
Pemekaran wilayah merupakan wujud pengakuan politik
kepada kelompok masyarakat tertentu, yang mempunyai bahasa dan budaya sendiri.
Pengakuan pemerintah pusat kepada masyarakat tertentu dalam batas wilayah
tertentu merupakan pemberian kesempatan kepadanya untuk menjaga, mengembangkan
bahasa, budaya, nilai yang ada dan tumbuh dalam masyarakat.
Pemberian otonomi daerah kepada daerah karena masih
banyak masalah lokal yang jauh lebih baik kalau diatur dan diurus oleh
masyarakat setempat. Hal itu sejalan dengan pemikiran Hatta yang menyatakan bahwa masih banyak masalah lokal yag lebih
efektif dan efisien kalau diurus dan diselesaikan sendiri oleh masyarakat
setempat. Karena sesungguhnya yang paling mengetahui masalah lokal adalah
masyarakat itu sendiri bukan Pemerintah Pusat. Karena itu sangat wajar kalau
kepadanya diberikan otonomi untuk menentukan apa yang terbaik untuk dirinya.
Pertumbuhan jumlah penduduk disertai dengan
mahirnya kompleks kebutuhan-kebutuhan masyarakat dewasa ini telah banyak
berpengaruh terhadap sistem dan kelembagaan pemerintah di Indonesia. Organisasi
pemerintahpun telah banyak melakukan perluasan sistem pelayanan kepada
masyarakat.
Pemekaran-pemekaran pada berbagai tingkatan
pemerintah dewasa ini adalah suatu kebutuhan mendesak guna memenuhi berbagai
kebutuhan masyarakat. Walaupun tindakan pemekaran yang dilakukan tidak terlepas
dari persyaratan-persyaratan yang diatur oleh undang-undang.
Pembentukan suatu daerah otonom segera akan
disertai dengan kewenangan atau urusan tertentu. Secara teoritis, 4 urusan
pusat yang tidak dapat diserahkan kepada daerah, yakni urusan pertahanan
keamanan, urusan diplomatik luar negeri, urusan peradilan dan urusan keuangan
dalam arti mencetak uang. Hal itu karena urusan-urusan tersebut berkaitan
dengan kedaulatan dan eksistensi suatu negara serta keberadaan pemerintah
selaku penanggung jawab utama dan yang terakhir dalam memberikan perlindungan
dan kesejahteraan bagi rakyat. Selain urusan-urusan tersebut pada dasarnya
urusan pemerintah pusat dapat didesentralisasikan kepada daerah.
Substansi pokok dalam penerapan politik
desentralisasi adalah bagaimana mengatur pola distribusi urusan apa saja yang
masih akan dilaksanakan sendiri oleh pusat dan urusan-urusan mana saja yang
masih saja yang akan didesentralisasikan kepada daerah. Pengaturan tersebut
akan selalu mengacu kepada pertimbangan historis, efisiensi, serta
akuntabilitas penyelenggaraan urusan tersebut.
Atas dasar itu, terdapat beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pembentukan suatu daerah otonom berkaitan dengan
penyelenggaraan urusan.
Pertama, cakupan wilayah (catchment
area) pelayan pemerintah daerah. Cakupan wilayah pelayanan pemda menjadi
pertimbangan dalam pembentukan suatu daerah otonom karena pemerintah daerah
dengan cakupan wilayah yang sempit atau terbatas akan menghadapi masalah
efisiensi dalam penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan dengan pertimbangan
skala ekonomi (economi scale).
Penyelenggaraan urusan-urusan tertentu seperti urusan transportasi,
persampahan, telekomunikasi, listrik, telepon, gas, air minum, dan sebagainya
membutuhkan cakupan wilayah yang luas agar mencapai economic of scale sehingga dapat menekan biaya penyelenggaraan
urusan (cost of service).
Kedua, tujuan politisi dari pembentukan suatu daerah otonom. Untuk
mencapai tujuan politisi pembentukan suatu daerah otonom secara efektif, yakni
demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka dipersyaratkan pembatasan
area pemerintahan daerah. Cakupan daerah yang terlalu luas akan menghambat
tercapainya tujuan politis pembentukan suatu daerah otonom karena pemerintah
daerah akan menjadi jauh dari masyarakatnya karena rendahnya intensitas
hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya. Pada keadaan demikian
kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah akan menjadi
rendah dan akan mengakibatkan rendahnya akuntabilitas pemda dan memicu
terjadinya praktek-praktek mal-administrasi.
Ketiga, karakter wilayah. Karakter wilayah juga menentukan apakah
suatu daerah otonom perlu dibentuk atau tidak. Hal ini karena keberadaan Pemda
adalah untuk melaksanakan jenis-jenis urusan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakatnya. Dasar filosofisnya adalah bahwa pemerintah ada karena adanya
rakyat. Legitimasi yang diperoleh pemerintah dari rakyat melalui pemilu mengisyaratkan
adanya kewajiban pemerintah daerah untuk melayani kebutuhan masyarakat. Jenis
kebutuhan rakyat tentu saja dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana mereka
tinggal. Konsekuensinya, jenis-jenis kewenangan maupun urusan Pemda bisa
berbeda-beda sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Daerah dengan
karakter perkotaan, seperti urusan air bersih, persampahan, pembangunan limbah,
transportasi, dan sebagainya.
Keempat, bagi daerah perkotaan besaran kota juga menjadi pertimbangan
bagi pembentukan satu daerah otonom kota. Kota metropolitan dengan jumlah
penduduk diatas satu juta jiwa membutuhkan kewenangan untuk menangani urusan
yang berbeda dengan kota menengah dan kota kecil. Dari segi efisiensi,
pemerintah kota metropolitan dianggap layak (feasible)
untuk menangani urusan tertentu karena pelayanan yang diberikannya akan
dapat memenuhi kriteria economic of
scale. Namun demikian, aspek demokrasi unit pemerintahan di kota
metropolitan akan menjadi semakin kompleks dan semakin jauh dari aspirasi masyarakatnya.
Dari aspek ekonomi, munculnya kota-kota metropolitan akan membawa pengaruh (leverage) terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional tersebut cenderung sering menimbulkan kesenjangan pembangunan antara
daerah perkotaan dan daerah pedesaan.
Kelima, dari aspek batas wilayah, luas wilayah, luas area dan
jumlah penduduk merupakan faktor yang mempengaruhi batas-batas wilayah
pemerintah daerah (Muthalib dan Khan,
1980). Pertumbuhan penduduk akan mendorong perluasan pemukiman yang
memiliki implikasi terhadap aspek ekonomi, politik, administrasi, dan wilayah
kerja pemerintah daerah. Catchment area dari pemerintah daerah menjadi
bertambah luas dan pengaruh perkotaan juga akan semakin besar. Untuk
menjalankan kontrol efektif terhadap Catcment
area maka muncul ide pembentukan
kota metropolitan yang memiliki bentuk pemerintahan kota dengan pola, struktur
organisasi, pegawai maupun peranan yang khas bersifat perkotaan.
Pertumbuhan penduduk, pertumbuhan sosial, ekonomi, transportasi, tekhnologi
dan sebagainya akan mengakibatkan terjadinya perubahan area secara cepat.
Akibatnya batas-batas wilayah dan urusan pemerintah daerah yang didasarkan pada
warisan historis atau tradisi akan cepat menjadi usang (absolute). Sebaliknya, ketergantungan antar daerah atau wilayah
dalam berbagai urusan akan sangat dominan, seperti dalam hal transportasi, air
bersih, listrik, pemukiman, persampahan dan sebagainya. Karena itu maka batas
wilayah dan urusan pemerintahan daerah perlu ditata sedemikian rupa untuk
memungkinkan Pemda menjalankan fungsinya secara efektif, yakni melindungi dan
memfasilitasi kepentingan warganya. Untuk itu Pemda harus mengadaptasikan diri
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada warganya, baik yang berkaitan
dengan perubahan cara hidup, pekerjaan maupun dinamika masyarakat lainnya.
Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan pelayanan yang membutuhkan catchment area yang luas maka kerjasama
antar daerah akan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
pengelolaan pelayanan.
BAB
III
GAMBARAN
UMUM LOKASI PENELITIAN
Untuk
mengetahui lebih jauh mengenai daerah penelitian, penulis kemudian memberikan
gambaran umum daerah penelitian, dimana sangat memberikan andil dalam
pelaksanaan penelitian terutama pada saat pengambilan data, dalam hal ini untuk
menentukan teknik pengambilan data yang digunakan terhadap suatu masalah yang
diteliti. Di sisi lain pentingnya mengetahui daerah penelitian, agar dalam
pengambilan data dapat memudahkan pelaksanaan penelitian dengan mengetahui
situasi baik dari segi kondisi wilayah, jarak tempuh dan karakteristik
masyarakat sebagai objek penelitian.
3.1. Sejarah Singkat
Kabupaten Bone
Sejarah
mencatat bahwa Bone merupakan salah satu kerajaan besar di nusantara pada masa
lalu. Kerajaan Bone yang dalam catatan sejarah didirikan oleh ManurungngE
Rimatajang pada tahun 1330, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Datu Mario Riwawo Aru Palakka Malampee
Gemmekna Petta Torisompae Matinroe Ri Bontoala, pertengahan abad ke-17 (A.
Sultan Kasim, 2002). Kebesaran kerajaan Bone tersebut dapat pelajaran dan
hikmah yang memadai bagi masyarakat Bone saat ini dalam rangka menjawab
dinamika pembangunan dan perubahan-perubahan sosial, perubahan ekonomi,
pergeseran budaya serta dalam menghadapi kecenderungan yang bersifat global.
Belajar
dan mengambil hikmah dari sejarah kerajaan Bone pada masa lalu minimal terdapat
tiga hal yang bersifat mendasar untuk diaktualisasikan dan dihidupkan kembali
karena memiliki persesuaian dengan kebutuhan masyarakat Bone dalam upaya menata
kehidupan kearah yang lebih baik. Ketiga hal yang dimaksud adalah: Pertama, pelajaran dan hikmah dalam
bidang politik dan tata pemerintahan. Dalam hubungannya dengan bidang ini,
sistem kerajaan Bone pada masa lalu sangat menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
atau dalam terminology politik modern dikenal denga istilah demokrasi. Ini
dibuktikan dengan penerapan representasi kepentingan rakyat melalui lembaga
perwakilan mereka di dalam dewan adat yang disebut “ade’ pitue”, yaitu tujuh
orang pejabat adat yang bertindak sebagai penasehat raja.
Segala
sesuatu yang terjadi dalam kerajaan dimusyawarahkan olaeh ade’ pitue dan hasil
keputusan musyawarah disampaikan kepada raja untuk dilaksanakan. Selain itu di
dalam penyelenggaraan pemerintah sangat mengedepankan azas kemanusiaan dan musyawarah. Prinsip ini berawal dari
pesan Kajaolaliddong seorang cerdik cendikia Bone yang hidup pada tahun
1507-1586 yang pernah disampaikan oleh Raja Bone seperti dikemukakan oleh
Wiwiek P Yoesoep ( 1982:10) bahwa terdapat empat faktor yang membesarkan
kerajaan yaitu:
·
Seuwani,
Temmatinroi Matanna Arung MangkauE mitai munrinna gauE (Mata Raja tak terpejam
memikirkan segala perbuatan).
·
Maduanna,
Maccapi Arung MangkauE duppai ada’ (Raja harus pintar menjawab kata-kata).
·
Matellunna,
Maccapi Arung MangkauE mpinru ada’ (Raja harus pintar membuat kata-kata atau
jawaban).
·
Maeppa’na,
Tekkalupai surona mpawa ada tongeng (Duta tidak lupa menyampaikan kata-kata
yang benar).
Pesan
Kajaolaliddong ini antara lain dapat diinterpretasikan kedalam pemaknaan yang
mendalam bagi seorang raja betapa pentingnya perasaan, pikiran dan kehendak
rakyat dipahami dan disikapi.
Kedua, yang menjadi pelajaran dan hikmah dari sejarah Bone terletak pada
pandangan yang meletakkan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan
diplomasi sebagai bagian penting dari usaha membangun negeri agar menjadi lebih
baik. Urgensi terhadap pandangan seperti itu tampak jelas ketika kita
menelusuri puncak-puncak kejayaan Bone dimasa lalu.
Dan
sebagai bentuk monumental dari pandangan ini dikenal dalam sejarah akan
perjanjian dan ikrar bersama kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng yang melahirkan
TELLUM POCCOE atau dengan sebutan lain
“LaMumpatue Ri Timurung” yang dimaksukan sebagai upaya memperkuat posisi
kerajaan dalam menghadapi tantangan dari luar.
Kemudian
pelajaran dan hikmah yang ketiga dapat
dipetik dari sejarah kerajaan Bone adalah warisan budaya kaya dengan pesan. Pesan kemanusiaan yang mencerminkan kecerdasan manusia
Bone pada masa lalu. Banyak refrensi yang bisa dipetik dari sari pati ajaran
Islam dalam menghadapi kehidupan, dalam menjawab tantangan pembangunan dan
dalam menghadapi perubahan-perubahan yang semakin cepat. Namun yang terpenting
adalah bahwa semangat religiusitas orang Bone dapat menjawab perkembangan zaman
dengan segala bentuk dan dinamikanya. Demikian halnya (kabupaten Bone) potensi
yang besar yang dimiliki, yang dapat dimanfaatkan bagi pembangunan demi
kemakmuran rakyat.
Potensi
itu cukup beragam seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, kelautan,
pariwisata dan potensi lainnya. Demikian masyarakatnya dengan berbagai latar
belakang pengalaman dan pendidikan dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk
mendorong pelaksanaan pembangunan Bone itu
sendiri. Walaupun Bone memiliki warisan sejarah dan budaya yang cukup memadai,
potensi sumber daya alam serta dukungan SDM, namun patut digaris bawahi jika
saat ini dan untuk perkembangan ke depan Bone akan berhadapan dengan berbagai
perubahan dan tantangan pembangunan yang cukup berat.
Oleh
karena itu diperlukan pemikiran, gagasan dan perencanaan yang tepat dalam
mengorganisir warisan sejarah, kekayaan budaya, dan potensi yang dimilki ke
dalam suatu pengelolaan pemerintahan dan pembangunan.
Tabel 3.1.1
Sejarah Singkat Pemerintahan Bone
dan Daftar Susunan Raja-Raja Bone
RAJA
KE
|
NAMA DAN GELAR
|
TAHUN
MEMERINTAH
|
JENIS
KELAMIN
|
1
|
ManurungE Ri
Matajang Mata Si Lompoe
|
± 1330 – 1365
|
Pria
|
2
|
Laummasa’ –
Petta Panre BessiE
|
± 1365 – 1368
|
Pria
|
3
|
La Saliu
Kerang Pelua
|
± 1368 – 1470
|
Pria
|
4
|
We Benrigau’ –
MallajangE ri Cina
|
± 1470 – 1510
|
Wanita
|
5
|
Latenri
Sukki – MappajungE
|
± 1510 – 1535
|
Pria
|
6
|
La Ulio’ –
Bote’E – MatinroE ri Itterung
|
± 1535 – 1560
|
Pria
|
7
|
La Tenri
Rawe – BongkangngE Matinro ri Gucinna
|
± 1560 – 1564
|
Pria
|
8
|
La Icca –
MatinroE ri Addenenna
|
± 1564 – 1565
|
Pria
|
9
|
La Pattawe’
– MatinroeE ri Bettung
|
± 1565 – 1602
|
Pria
|
10
|
I Tenri
Tuppu – MatinroE Sidenreng
|
± 1602 – 1611
|
Wanita
|
11
|
La Tenri
Ruwa – Sultan Adam MatinroE ri BantaEng
|
± 1611 – 1616
|
Pria
|
12
|
La Tenri Pale –
MatinroE ri Tallo
|
± 1616 – 1631
|
Pria
|
13
|
La maddaremmeng
– MatinroE ri Bukaka
|
± 1631 – 1644
|
Pria
|
14
|
La Tenri
Waji Arung Awangpone MatinroE ri Siang (PANGKEP)
|
± 1644 – 1645
|
Pria
|
15
|
Latenri Tatta
Daeng Serang MalampeE Gemme’na Arung Palakka
|
± 1645 – 1696
|
Pria
|
16
|
La Patau’
Matanna Tikka MatinroE ri Nagauleng
|
± 1696 – 1714
|
Pria
|
17
|
Batari Toja
Sultan Zainab Zukiyahtuddin
|
± 1714 – 1715
|
Wanita
|
18
|
La Padassajati
To Appaware Sultan Sulaeman Petta ri JalloE
|
± 1715 – 1718
|
Pria
|
19
|
La Pareppa To
Sappewali Sultan Ismail MatinroE ri Sombaopu
|
± 1718 – 1721
|
Pria
|
20
|
La Panongi –
To Pawawoi Arung Mampu Karaeng Bisei
|
± 1721 – 1724
|
Pria
|
21
|
Batari Toja
Datu Talaga Arung Timurung
|
± 1724 – 1749
|
Wanita
|
22
|
La Temmasonge To Appawali Sultan Abd.Razak MatinroE ri Mallimongeng
|
± 1749 – 1775
|
Pria
|
23
|
La Tenri Tappu
– Sultan Ahmad Saleh
|
± 1775 – 1812
|
Pria
|
24
|
To Appatunru –
Sultan Ismail Muhtajuddin MatinroE ri Lalebata
|
± 1812 – 1823
|
Pria
|
25
|
I Mani Ratu
Arung Data Sultan Rajituddin MatinroE ri Kessi
|
± 1823 – 1835
|
Wanita
|
26
|
La Mappaselling
- Sultan Adam Najamuddin MatinroE ri Salassa’na
|
± 1835 – 1845
|
Pria
|
27
|
La
Parenrengi Sult.Akhmad Muhiddin ArungPugi MatinroE riAjangBenteng
|
± 1845 – 1857
|
Pria
|
28
|
Wetenria Wa Ummulhuda Pancaitana-BesseKajuara Matinroe ri
Majennang
|
± 1857 – 1860
|
Wanita
|
29
|
Akhmad
Singkerurukka Sultan Akhmad Idris MatinroE ri To Paccing
|
± 1860 – 1871
|
Pria
|
30
|
Fatimah Banri
Datu Citta MatinroE ri Bolampare’na
|
± 1871 – 1895
|
Wanita
|
31
|
Lapawawoi –
Karaeng Sigeri MatinroE ri Bandung
|
± 1895 – 1905
|
Pria
|
32
|
La Mappanyukki
Sultan Ibrahim MatinroE ri Gowa
|
± 1905 – 1946
|
Pria
|
33
|
La Pabbenteng
Pt. MatinroE ri Matuju
|
± 1946 – 1951
|
Pria
|
Pada
tahun 1905 Kerajaan Bone jatuh ketangan penjajah dan terbentuk pemerintahan
sendiri (Zelf Bestur) di bawah pengawasan Belanda, berhubung karena sejak
tertangkapnya Raja Bone Lapawawoi Karaeng Sigeri, tahta Kerajaan Bone tidak
terisi maka atas usaha Belanda pada tahun 1931 diangkat Latenri Sukki (Andi
Mappanyukki) putra dari La Makkulawu Karaeng Lembampareng Sombaya ri Gowa
menjadi Raja Bone ke-32 (1931-1946). Oleh karena itu Raja Bone ke-32 tidak
menerima keberadaan NICA maka pada awal 1946, menarik diri dari tahta Kerajaan
dan digantikan oleh Raja Bone ke-33 La Pabbenteng Petta
MatinroE ri Matuju yang bertahta (1946–1951).
Selanjutya
sistem kerajaan berubah dan mengikuti sistem Pemerintahan Republik Indonesia dan
adapun nama-nama pimpinan yang memerintah Daerah Bone secara berurutan sebagai
berikut:
Tabel 3.1.2
Nama-Nama Pimpinan Yang Memerintah
Daerah Bone Secara Berurutan
No
|
Nama yang Memerintah
|
Masa Pemerintahan
|
1
|
Abdul Rachman Daeng
Mangung (Kepala Afdeling)
|
Tahun 1951
|
2
|
Andi Pangerang Daeng Rani (Kepala
Afdeling/Kepala Daerah)
|
Tahun 1951 - 1955
|
3
|
Ma’mun Daeng
Mattiro(Kepala Daerah)
|
Tahun 1955 - 1957
|
4
|
H. A. Mappanyukki
Sult. Ibrahim MatinroE ri Gowa (Kepala Daerah/Raja Bone)
|
Tahun 1957 - 1960
|
5
|
Andi Suradi (Bupati
Kepala Daerah)
|
Tahun 1960 - 1966
|
6
|
Andi Djamuddin (Pejabat Bupati
Kepala Daerah)
|
Tahun 1966 - 1966
|
7
|
Andi Tjatjo (yang menjalankan
tugas Bupati Kepala Daerah)
|
Tahun 1966 - 1967
|
8
|
Andi Baso Amir
(Bupati Kepala Daerah)
|
Tahun 1967 - 1969
|
9
|
Suaib (Bupati
Kepala Daerah)
|
Tahun 1969 - 1976
|
10
|
H.P.B. Harahap (Bupati
Kepala Daerah)
|
Tahun 1976 – 1982
|
11
|
H. Andi Madeali (Pejabat Bupati
Kepala Daerah)
|
Tahun 1982 - 1983
|
12
|
Andi Syamsu Alam (Bupati Kepala
Daerah)
|
Tahun 1983 – 1988
|
13
|
Andi sjamsoel alam
(Bupati Kepala Daerah)
|
Tahun 1988 – 1993
|
14
|
Andi Muhammad Amir
(Bupati Kepala Daerah)
|
Tahun 1993 – 1998
|
15
|
Andi Muhammad Amir
(Bupati Kepala Daerah)
|
Tahun 1998 – 2003
|
16
|
H. Andi Muh. Idris
Galigo (Bupati Bone)
|
Tahun 2003 – 2008
|
17
|
H. Andi Muh. Idris
Galigo (Bupati Bone)
|
Tahun 2008 – skrng
|
Kabupaten Bone terdiri atas 27 (dua
puluh tujuh) kecamatan yang dirperinci menjadi 333 (tiga ratus tiga puluh tiga)
desa dan 39 (tiga puluh sembilan) kelurahan dengan jumlah dusun sebanyak 888
(delapan ratus delapan puluh delapan) dan lingkungan sebanyak 121 (seratus dua
puluh satu). Wilayah Kecamatan Bontocani terdiri dari 10 desa dan 1
kelurahan. Kecamatan Kahu terdiri dari 19 desa dan 1 kelurahan.
Kecamatan Kajuara terdiri dari 17 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Salomekko
terdiri dari 7 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Tonra terdiri dari
11 desa. Kecamatan Patimpeng terdiri dari 10 desa. Kecamatan Libureng
terdiri dari 19 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Mare terdiri dari 17
desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Sibulue terdiri dari 19 desa dan 1
kelurahan. Kecamatan Cina terdiri dari 11 desa dan 1 kelurahan.
Kecamatan Barebbo terdiri dari 18 desa. Kecamatan Ponre terdiri
dari 9 desa. Kecamatan Lappariaja terdiri dari 9 desa. Kecamatan Lamuru
terdiri dari 11 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Tellu Limpoe terdiri
dari 11 desa. Kecamatan Bengo terdiri dari 9 desa. Kecamatan Ulaweng terdiri
dari 14 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Palakka terdiri dari 15 desa.
Kecamatan Awangpone terdiri dari 17 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Tellu
Siattinge terdiri dari 15 desa dan 2 kelurahan. Kecamatan Amali terdiri
dari 15 desa. Kecamatan Ajangale terdiri dari 14 desa. Kecamatan Dua
Boccoe terdiri dari 21 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Cenrana terdiri
dari 15 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Tanete Riattang Barat terdiri
dari 8 kelurahan. Kecamatan Tanete Riattang terdiri dari 8
kelurahan. Serta Kecamatan Tanete Riattang Timur terdiri dari 8
kelurahan juga.
Berdasarkan Perda
Kabupaten Daerah Tingkat II Bone Nomor 1 Tahun 1990 tanggal 15 Pebruari 1990
ditetapkan hari jadi Bone pada tanggal 6 April 1330. Dengan demikian Hari Ulang
Tahun Bone ditetapkan pada tanggal 6 April.
3.2. Kondisi Geografis Bone Selatan
Kondisi
geografis Bone selatan dapat dilihat dari luas wilayah, jarak wilayah dari
watampone (ibukota kabupaten Bone) dan keadaan jenis tanah yang akan
terperincikan melalui tabel di bawah ini.
Tabel 3.2.1
Luas Wilayah Bone Selatan
Area by District in Bone Selatan
Kode
Wilayah
Area Code
|
Kecamatan
District
|
Luas
Area
(km2
|
Perentase
Percentage
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
010
020
030
040
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
|
463.35
189.50
124.13
84.91
|
10.16
4.16
2.27
1.86
|
050
060
070
|
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
200.32
130.47
344.25
|
4.39
2.86
7.55
|
Jumlah – Total
|
146.118
|
3.148
|
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
Tabel 3.2.2
Jarak Dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan Bone
Selatan
Distance from capital regency to ceveral district towns
Ibukota Kabupaten
Capital of Regency
|
Ibukota kecamatan
District Towns
|
Jarak
Distance
(km)
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Watampone
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
112
100
70
62
52
77
83
|
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
Tabel 3.2.3
Luas Wilayah Bone Selatan Menurut Ketinggian
The Height of Each Area by District in Bone Selatan
Kode Wilayah
Area code
|
Kecamatan
district
|
Luas Tiap Ketinggian Di Atas Permukaan Laut
Area by Height above Sea Level (Ha)
0-25 m
25-100 m 100-500 m 500-1000 m
>1000 m
|
|||||||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
|||
010
020
030
040
050
060
070
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
-
-
3.150
2.470
4.280
-
|
-
2.200
5.490
942
8.958
468
|
14.500
16.670
750
3.385
3.723
16.927
33.665
|
24.935
80
-
-
-
417
760
|
6.900
-
-
-
-
-
-
|
|||
JUMLAH - Total
|
9.900
|
18.058
|
89.620
|
26.192
|
6.900
|
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
Tabel 3.2.4
Luas Wilayah Tanah Usaha Tiap Kecamatan di Wilayah Bone
Selatan
The Area of Cultivating Land by District in Bone Selatan
Kecamatan
district
|
Wilayah Tanah Usaha - Area of Cultivating Land
Terbatas/ Limit 1 Utama/ Main 1 A,B Utama/ Main
1 C
0-7
7-25
25-100
|
|||||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
|||
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
-
-
1.240
440
460
-
-
|
-
-
2.395
2.100
3.820
-
-
|
30
1.885
5.330
945
8.985
468
3.970
|
|||
JUMLAH - Total
|
2.140
|
8.315
|
21.613
|
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
Tabel 3.2.5
Keadaan Jenis Tanah di Wilayah Bone Selatan
Type of Soil District in Bone Selatan
Kecamatan
District
|
ALLVIAL
|
GLEIHUMUS
|
LITOSOL
|
REGOSOL
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
-
-
2500
1080
1835
-
1980
|
-
-
-
-
-
-
3745
|
2460
-
-
-
-
677
145
|
-
-
-
-
-
-
2170
|
Jumlah
|
7.395
|
3.745
|
3.291
|
2.170
|
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
3.3. Pemerintahan Bone Selatan
Pemerintahan
Bone Selatan secara administrasi terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 93 (sembilan
puluh tiga) desa, 5 (lima) kelurahan, 195 (seratus
sembilan puluh lima)
dusun, dan 14 (empat belas) lingkungan. Dan secara spesifik digambaran pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.3.1
Pembagian Wilayah Administrasi Bone Selatan
Administrative Division of Bone Selatan
Kode
Wilayah
Area
code
|
Kecamatan
District
|
Desa
Village
|
Kelurahan
Urban Village
|
Dusun
Sub
Village
|
Lingkungan
SubUrban
Village
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
010
020
030
040
050
060
070
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
10
19
17
7
11
10
19
|
1
1
1
1
-
-
1
|
29
43
44
17
28
25
9
|
4
2
3
2
-
-
3
|
Jumlah
|
93
|
5
|
195
|
14
|
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
Tabel 3.3.2
Nama Ibukota Kecamatan Dan Banyaknya Desa/Kelurahan
Bone Selatan
District Capital And Number Of Village In Bone Selatan
Kode
Wilayah
Area
code
|
Kecamatan
District
|
Ibukota
Capital
|
Jumlah
Desa/kelurahan
Total village/urban village
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
010
020
030
040
050
060
070
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
Kahu
Palattae
Bojo
Manera
Bulu-Bulu
Latobang
Camming
|
11
20
18
8
11
10
20
|
JUMLAH
- Total
|
98
|
Sumber:
Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
3.4. Penduduk Bone Selatan
Kesejahteraan
penduduk merupakan sasaran utama dari pembangunan sebagaimana tertuang dalam
GBHN. Pembangunan yang dilaksanakan adalah dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya dari seluruh masyarakat Indonesia.
Untuk itu pemerintah telah melaksanakan berbagai usaha dalam rangka memecahkan
masalah kependudukan seperti Program Keluarga Berencana yang terbukti dapat
menekan laju pertumbuhan penduduk.
Populasi
penduduk Bone selatan akhir tahun 2007 menurut data yang ada sebayak 152.355 (seratus
lima puluh dua ribu tiga ratus lima puluh lima ribu yawa) dengan populasi
terbesar berada pada kecamatan Kahu yakni 35.801 (tiga puluh lima ribu delapan
ratus satu ribu nyawa) yang secara lebih lengkap dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 3.4.1
Penduduk Bone
Selatan Dirinci Menurut Kecamatan
Population
of Bone Selatan by District
Kode
Wilayah
Area
Code
|
Kecamatan
District
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
010
020
030
040
050
060
070
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
15.240
35.090
31.316
13.501
11.301
14.344
28.539
|
15.295
35.217
31.430
13.550
11.342
14.396
28.642
|
15.434
35.536
31.714
13.673
11.445
14.527
28.902
|
15.487
35.659
31.825
13.720
11.484
14.577
29.002
|
15.549
35.801
31.950
13.774
11.530
14.634
29.117
|
JUMLAH
- Total
|
149.331
|
149.872
|
151.231
|
151.754
|
152.355
|
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
Tabel 3.4.2
Penduduk Bone
Selatan Dirinci Menurut Jenis Kelamin
Population
of Bone Selatan by Sex
Kode
Wilayah
Area
Code
|
Kecamatan
District
|
Laki-Laki
Male
|
Perempuan
Female
|
Jumlah
Total
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
010
020
030
040
050
060
070
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
7.698
17.030
15.315
6.561
5.429
7.037
14.292
|
7.851
18.771
16.635
7.213
6.101
7.598
14.825
|
15.549
35.801
31.950
13.774
11.530
14.635
29.117
|
JUMLAH
– Total
|
73.362
|
78.994
|
152.356
|
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
3.5. Keadaan
Sosial
3.5.1. Pendidikan
(Education)
Masalah pendidikan
di Kabupaten Bone adalah bagian integral dari sistem pendidikan nasional yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang bertujuan untuk meningkatkan iman dan
taqwa terhadap Tuhan YME, kecerdasan, keterampilan, budi pekerti, kepribadian
dan semangat kebangsaan sehingga dapat menumbuhkan manusia-manusia yang mampu
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan
bangsa.
Dalam rangka
mencerdaskan bangsa serta meningkatkan partisipasi sekolah, penduduk tentunya
harus diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, baik
pendidikan formal maupun non formal.
Tabel di bawah
ini memberikan gambaran yang jelas mengenai jumlah sekolah, murid dan guru pada
seluruh jenjang pendidikan di wilayah Bone Selatan.
Tabel 3.5.1
Banyaknya Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,
Madrasah Ibtidaiyah, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi
Kecamatan
District
|
TK
|
SD
|
MI
|
SLTP
|
MTS
|
SLTA
|
MA
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
8
45
22
11
16
9
16
|
23
29
30
13
15
13
30
|
1
8
2
2
-
3
2
|
3
5
2
2
1
2
6
|
2
5
3
2
2
2
2
|
1
1
1
1
1
1
2
|
-
3
2
1
-
1
-
|
Jumlah
|
127
|
153
|
18
|
21
|
18
|
8
|
7
|
Sumber: Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
Tabel 3.5.2
Banyaknya Guru
dan Murid di Bone Selatan
Number
of Teacher and Pupils by District in Bone Selatan
Kecamatan
|
GURU
|
MURID
|
||||||
TK
|
SD/
MI
|
SLTP/
MTS
|
SLTA/
MA
|
TK
|
SD/
MI
|
SLTP/
MTS
|
SLTA/
MA
|
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
18
109
52
32
49
22
44
|
164
401
299
133
160
165
283
|
64
193
91
67
60
80
147
|
18
121
71
39
35
40
41
|
295
1.799
1.020
488
626
385
635
|
2.398
4.628
4.296
2.301
1.732
2.193
3.961
|
407
2.138
1.266
828
454
728
1413
|
87
1.876
896
120
444
243
689
|
Jumlah
|
329
|
1.605
|
702
|
365
|
5.248
|
21.509
|
7.234
|
4.355
|
Sumber:
Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
3.5.2. Kesehatan
(Health)
Kesehatan
merupakan hal yang terpenting dan diharapkan dapat menghasilkan derajat
kesehatan yang lebih tinggi dan memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial maupun ekonomis. Pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Bone
diharapkan agar pelayanan kesehatan meningkat lebih luas, lebih merata,
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Penyediaan
sarana pelayanan kesehatan berupa rumah sakit, puskesmas, dan tenaga kesehatan
seyogyanya semakin ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas,
seperti peyediaan obat-obatan, alat kesehatan, pemberantasan penyakit menular
dan peningkatan penyuluhan di bidang kesehatan.
Dari segi kesehatan
Bone Selatan mempunyai 1 (satu) unit Rumah Sakit dan beberapa sarana-sarana
kesehatan lainnya yang akan digambarkan pada tabel 3.5.3.
Tabel 3.5.3
Banyaknya puskesmas dan posyandu di bone selatan
Number of
public health center and child health centre by district Bone selatan
Kecamatan
District
|
Puskesmas
Public Health Center
|
Posyandu
Child
Health Centre
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
1
2
1
1
1
1
2
|
31
46
31
21
23
25
52
|
Jumlah
|
9
|
229
|
Sumber:
Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
Dari
segi keagamaan di Bone bagian selatan hampir
seluruhnya beragama Islam dan merupakan pemeluk yang taat. Kondisi ini
ditunjukkan dengan banyaknya tempat ibadah agama Islam dan pemuka-pemuka agama
Islam yang dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.5.4
Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Agama dan Pemuka Agama Islam
di Bone
Selatan
Kecamatan
District
|
Masjid
|
Mushala
|
Langgar
|
Gereja/dll
|
Pemuka
agama
|
Bontocani
Kahu
Kajuara
Salomekko
Tonra
Patimpeng
Libureng
|
32
47
47
30
25
28
52
|
8
10
6
1
-
17
2
|
-
-
-
-
-
-
20
|
-
-
-
-
-
-
-
|
40
59
28
41
22
30
51
|
Jumlah
|
261
|
44
|
20
|
271
|
Sumber:
Kabupaten Bone Dalam Angka 2008
3.6.
Potensi Daerah Terhadap Investor
Pada bagian
potensi daerah akan membahas tentang pertanian, perindustrian, pertambangan dan
energi, perkebunan dan kehutanan, perikanan, peternakan dan pariwisata yang
kesemuanya akan dijelaskan sebagai berikut :
3.6.1. Pertanian
Pertanian
di Bone Selatan cukup besar dalam hal tanaman pangan dengan luas persawahan
20.945 Ha yang tersebar di tujuh kecamatan, yang terdiri dari :
·Irigasi Desa: 1.906 Ha
·Tadah Hujan: 19.036 Ha
Hasil pertanian tanaman pangan 2005
a.
Padi dengan luas panen 28.629 Ha dan hasil produksi
140.160Ton.
b.
Palawija
§ Jagung:
luas panen 3.632 Ha dan hasil produksi 8.905 Ton.
§ Ubi kayu: luas panen 152 Ha
dan hasil produksi 1.605 Ton.
§ Ubi jalar: luas panen 62 Ha
dan hasil produksi panen 595 Ton.
§ Kacang tanah: luas panen
5.585 Ha dan hasil produksi panen 7.878 ton.
§ Kedelai: luas panen 1 Ha
dan hasil produksi panen 2 Ton.
§ Kacang
Hijau: 1.571 Ha dan hasil produksi panen 2.222 Ton.
3.6.2. Perindustrian
Perindustrian
di kabupaten Bone terdiri dari dua jenis industri yakni jenis industri kecil
dan kerajinan serta jenis industri pengolahan hasil pertanian perkebunan,
perikanan kehutanan dan bahan galian. Khususnya di Bone Selatan.
Peluang
Investor di Bidang Industri
§ Industri Air Minum dalam
Kemasan (AMIK) yang terdapat di kecamatan Kajuara.
§ Industri Pengolahan Marmer
yang terdapat di kecamatan Bonto Cani.
3.6.3. Pertambangan
dan Energi
Prospek Pertambangan dan Energi di Bone Selatan sangat besar
dengan jenis bahan tambang antara lain.
§ Emas. Terdapat
di Desa Talabalangi kecamatan Patimpeng, juga di Desa Langi Kecamatan
Patimpeng.
§ Batu Bara.
Terdapat di Desa Nusa Kecamatan Kahu
§ Tembaga,
Bauksit, Timbal, dan Seng. Terdapat di Kecamatan Patimpeng, Bonto Cani dan
Salomekko
§ Biji
Mangan. Terdapat di Desa Langi Kecamatan Bonto Cani.
§ Marmer,
Batu Sabak. Terdapat di Desa Watang Cani Kecamatan Bonto Cani, dan di Kecamatan
Kahu.
§ Pasir
Kwarsa. Terdapat di Kelurahan Nusa Kecamatan Kahu, desa Lemo Kecamatan Kajuara,
dan di kecamatan Bonto Cani.
Peluang Investor di Bidang Pertambangan dan Energi
§ Pertambangan Emas di
Kecamatan Patimpeng
§ Pertambangan
Baut Bara di Kecamatan Kahu.
§ Pertambangan
Marmer di Kecamatan Bonto Cani.
3.6.4.
Perkebunan dan Kehutanan
Potensi
perkebunan dan kehutanan di Bone Selatan terbilang cukup memadai dengan
berbagai komoditi tanaman industri dengan luas lahan perkebunan dan kehutanan
15.072 Ha.
Hasil-hasil
perkebunan dan kehutanan tahun 2005 antara lain:
§ Kelapa: luas panen 3.896 Ha
dan hasil produksi 2.288 Ton.
§ Kopi: luas panen 482 Ha dan
hasil produksi 128 Ton.
§ Kapok:
lulas panen 32 Ha dan hasil produksi 17 Ton.
§ Cengkeh: luas lahan 2.040
Ha dan hasil produksi 913 Ton.
§ Pala: luas panen 1 Ha dan
hasil produksi 0,25 Ton.
§ Lada:
luas panen 439 Ha dan hasil produksi 50 Ton.
§ Kakao: luas panen 5.714 Ha
dan hasil produksi 2.591 Ton.
§ Jambu
Mente: luas panen 2.942 Ha dan hasil produksi 950 Ton
§ Vanili: luas panen 67 Ha
dan hasil produksi 4 Ton.
§ Pinang: luas panen 126 Ha dan
hasil produksi 40 Ton.
Peluang Investasi di bidang Perkebunan dan Kehutanan
§ Perkebunan
Vanili di Kecamatan Bonto Cani, Kahu, dan Kajuara.
§ Perkebunan
Cengkeh di Kecamatan Bonto Cani, Kahu, Kajuara, Tonra, dan Mare.
§ Perkebunan Lada di
Kecamatan Bonto Cani, Kahu, Kajuara, Salomekko, Tonra, Patimpeng, dan Mare.
§ Pengolahan
Rotan di Kecamatan Bonto Cani.
3.6.5.
Perikanan
Di bidang perikanan sangat ideal dengan potensi
penangkapan ikan di sekitar teluk Bone dengan panjang pantai 127 Km sampai
puluhan mil ke tengah laut, potensi perikanan di Bone khususnya di Bone Selatan
dapat kita rincikan menurut jenis produksi yakni:
§ Udang
dengan luas areal budi daya 882 Ha dengan jumlah produksi 34.020 Ton.
§ Kepiting
dengan luas areal budi daya 147 Ha dengan jumlah produksi 3020 Ton.
§ Rumput
laut dengan luas areal budi daya 406 Ha dengan jumlah produksi 20.292 Ton.
§ Bandeng
dengan luas areal budi daya 363 Ha dengan jumlah produksi 20.292 Ton.
Peluang Investasi
§ Pengembangan udang,
kepiting, rumput laut, serta badeng di kecamatan Kajuara, Salomekko, Tonra, dan
Mare.
§ Budi daya Rumput laut di
sepanjang pantai dan pesisir teluk Bone.
§ Pengolahan dan pengawetan
ikan serta biota perairan lainnya.
§ Sarana
penunjang (pembenihan ikan/ udang dan TPI).
3.6.6. Peternakan
Jenis ternak yang dikembangkan di Bone Selatan meliputi:
sapi kerbau, kambing, ayam dan itik. Dengan umlah produksi pada tahun terakhir
sebesar 414.989 ekor yang jika diuraikan secara lebih khusus sebagai berikut:
§ Sapi: 41.011 ekor
§ Kerbau: 4.080
§ Kuda: 3.126
§ Kambing: 2.814 ekor
§ Ayam Ras Petelur: 10.400
ekor
§ Ayam Ras Pedaging: 13.390
ekor
§ Ayam Ras Buras: 329.288
ekor.
Peluang Investasi
§ Usaha pengemukan sapi di
tujuh kecamatan yakni Bonto Cani, Kahu, Kajuara, Salomekko, Tonra, Patimpeng,
dan Mare.
§ Peternakan
kerbau, kuda, kambing, ayam buras dan itik di tujuh kecamatan di Bone Selatan.
§ Industri pakan ternak.
3.6.7. Pariwisata
Di
Bone Selatan objek pariwisata jika dikelola dengan baik akan mampu menarik
wisatawan dari dalam maupun luar negeri sehingga engan sendirinya akan
memberikan pemasukan daerah yang mengungtungkan khuusnya Bone selatan, adapun
potensi wisata di Bone selatan yakni:
a.
Objek
Wisata Alam
§ Goa Bola
Batu di desa Tellongeng kecamatan Mare.
§ Pantai Bone Lampe di desa
Bulu-bulu kecamatan Tonra.
§ Pasir Putih Gareccing di
desa Gareccing kecamatan Tonra.
§ Pantai
Ancu Lampu Toae di desa Ancu kecamatan Kajuara.
§ Bendungan Sanrego di desa
Sanrego kecamatan Kahu.
§ Pemandian Waetuo di desa
Abbumpungeng kecamatan Kajuara.
§ Air Terjun Ulu Ere di desa
Bontojai kacamatan Bonto Cani.
b.
Objek
Wisata Budaya
§ Makam
Datu Salomekko di desa Manare kecamatan Salomekko.
§ Ajjongang
di desa Patimpeng kecamatan Patimpeng.
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Karakteristik Responden
Karakteristik
responden sengaja diangkat dalam penelitian ini karena dengan mengetahui
karakteristik serta identitas responden yang nantinya bakal menjadi obyek
penelitian, tentunya akan mempermudah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
nantinya peneliti angkat didalam penelitian yang dijalankan. Oleh
karena itu, maka peneliti memandang penting adanya karateristik dan identitas
responden sebagai bagian dalam pembahasan ini.
4.1.1. Usia Responden
Tabel 4.1.1
Distribusi
Responden Menurut Usia
No.
|
Klasifikasi Usia
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
1
|
≤ 29 tahun
|
16
|
26.67
|
2
|
30 – 34 tahun
|
13
|
21.67
|
3
|
35 – 39 tahun
|
5
|
8.33
|
4
|
40 – 44 tahun
|
4
|
6.67
|
5
|
45 – 49 tahun
|
9
|
15
|
6
|
≥ 50 tahun
|
13
|
21.66
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Berdasarkan
tabel 4.1.1 nampak bahwa umumnya responden berada pada usia yang relative muda,
yakni usia kurang dari hingga 29 tahun sebanyak 16 responden (26.6 %). kemudian pada
urutan kedua kategori usia 30 – 34 tahun yang sama banyaknya dengan usia 50
tahun ke atas yakni sebanyak 13
responden (21.6 %), disusul kategori usia 45 – 49 tahun sebanyak 9 responden
(15 %), sedangkan pada usia 35 – 39 tahun sebanyak 5 responden (8.3 %). Dan
pada kategori terakhir yakni usia 40 - 44 tahun keatas sebanyak 4 responden
(6.6 %).
Pengelompokan umur seperti yang nampak pada tabel
tersebut dimaksudkan untuk kemudahan dalam penelitian ini atau efesiensi dan
tidak akan mengurangi validitas data-data dalam penelitian ini. Tentunya dengan
melihat variasi umur responden maka dalam memberikan jawaban nantinya akan
bervariasi pula.
4.1.2. Jenis Kelamin
Tabel
4.1.2
Distribusi
responden menurut jenis kelamin
Jenis kelamin
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
Laki-laki
Perempuan
|
45
15
|
75
25
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Dari data di atas, terlihat bahwa jumlah responden
laki-laki adalah 45 orang atau dengan persentase 75%, sedangkan perempuan
adalah 25 atau 25%. Rasio ini dapat terjadi karena kami sengaja memilih
laki-laki menjadi responden yang mayoritas dengan anggapan yang berdasarkan
pada kenyataan di lapangan bahwa laki-laki yang banyak mendominasi aktivitas
keseharian, sedangkan kaum perempuan hanya menjadi pekerja pasif di rumah yakni
sebagai ibu rumah tangga.
4.1.3. Pendidikan Terakhir
Tabel 4.1.3
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
Tidak pernah sekolah
SD/sederajat
SLTP/sederajat
SLTA/sederajat
Diploma
Universitas
|
-
5
9
21
8
17
|
0
8.34
15
35
13.33
28.33
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber
Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Selanjutnya
adalah distribusi responden menurut tingkat pendidikan yang dapat dilihat pada
tabel di atas. Jumlah responden lulusan SLTA mendominasi dengan jumlah 21 orang
atau sebanyak 35% dari total seluruh responden. Selanjutnya, disusul jumlah
alumni universitas dengan 17 orang atau 28,33%. Jumlah yang paling sedikit
adalah responden tamatan SD/sederajat dengan
jumlah 5 orang responden atau 8,33%. Sedangkan tamatan
SLTP dan Diploma dengan masing-masing 9 orang atau 15% dan 8 orang atau 13,33%.
Adapun responden tamatan SLTA adalah banyak didominasi oleh mereka yang
sekarang berkerja sebagai PNS di berbagai instansi pemerintah, pedagang dan
wiraswasta serta beberapa yang masih menduduki bangku kuliah. Lulusan
universitas terdiri dari tenaga pengajar di beberapa sekolah-sekolah.
Selanjutnya, para petani dan sopir menjadi responden yang memiliki tingkat
pendidikan hanya sebatas SD dan SLTA. Dalam penelitian ini kami tidak menemukan
responden yang sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan formal apapun.
4.1.4. Pekerjaan Responden
Selanjutnya,
data distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan. Sesuai dengan teknik
penentuan sampel yang penulis gunakan yaitu purposive
sampling yang memilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa
responden/informan yang dipilih dianggap banyak mengetahui dan berkompeten
terhadap masalah yang dihadapi, maka penulis telah menentukan dengan sengaja
masyarakat yang terpilih menjadi responden berdasarkan jenis pekerjaan umum
Tabel 4.1.4
Distribusi Responden
Menurut Pekerjaan
Jenis pekerjaan umum
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
Tidak Bekerja
PNS/ TNI-Polri
Pedagang/ Wiraswasta
Petani/ Nelayan
Mahasiswa/Pelajar
Lainnya
|
16
14
7
12
1
10
|
26.67
23.33
11.67
20
1.67
16.66
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
4.2. Pandangan Tokoh Masyarakat
Bone Bagian Selatan Terhadap Wacana Pemekaran Kabupaten Bone
4.2.1. Tanggapan Tokoh
Masyarakat Tentang Pelaksanaan Pemerintahan
Masyarakat sebagai objek dari segala bentuk kebijakan
pemerintah, tentunya memiliki berbagai macam tanggapan terhadap apa yang
dinikmatinya sebagai buah dari hasil kinerja pemerintah, baik itu tanggapan
yang bernada pro maupun kontra. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa pelayanan pemerintah pada
kecamatan Bone bagian selatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2.1.1
Tanggapan Tokoh Masyarakat Tentang Penyelenggaran Pemerintahan
Tingkat kepuasan
responden
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
Sangat memuaskan
Memuaskan
Kurang
memuaskan
Tidak
memuaskan
|
2
54
4
-
|
3,33
90
6,67
-
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber
Data : Hasil Olahan Kuisioner, November
2008
Dari tabel 4.2.1.1,
menunjukkan bahwa dari 60 responden, 54 responden atau 90% menyatakan
penyelenggaraan pemerintahan yang ada sekarang ini dirasa cukup memuaskan,
sedangkan yang mengatakan sangat memuaskan sebanyak 2 responden atau 3,33%.
Selanjutnya tokoh yang merasa penyelenggaraan pemerintahan saat ini kurang
memuaskan sebanyak 4 orang atau 6,67%, sedangkan
yang mengatakan penyelenggaraan pemerintahan tidak memuaskan sebanyak 0
responden atau 0%.
Berdasarkan
data tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya tokoh masyarakat
yang ada di Bone bagian selatan merasakan penyelenggaraan pemerintahan saat ini
cukup memuaskan. Hal ini dibuktikan dengan data yang didapatkan di lapangan
setelah melakukan penelitian. Dimana dari beberapa orang responden, 93,33%
responden mengatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang ada sekarang ini
dirasakan cukup memuaskan. Salah satunya disebabkan kurang ditemukannya
unsur-unsur kolusi, korupsi, dan nepotisme dalam proses penyelenggaraan
pemerintah oleh masyarakat setempat.
Tabel 4.2.1.2
Tanggapan Tokoh Masyarakat
Tentang Pelayanan
Pemerintah Kecamatan
Tingkat
kepuasan responden
|
Frekuensi
(f)
|
Persentase
(%)
|
Sangat
memuaskan
Memuaskan
Kurang memuaskan
Tidak memuaskan
|
3
48
6
3
|
5
80
10
5
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Dari tabel 4.2.1.2,
menunjukkan bahwa dari 60 responden, 48 responden atau 80% menyatakan pelayanan
pemerintah kecamatan yang ada sekarang ini dirasa cukup memuaskan, sedangkan
yang mengatakan sangat memuaskan sebanyak 3 responden atau 5%. Selanjutnya
tokoh yang merasa pelayanan pemerintah kecamatan kurang memuaskan sebanyak 6 orang atau 10%,sedangkan yang
mengatakan tidak memuaskan sebanyak 3 responden atau 5%.
Berdasarkan tabel
4.2.1.2, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya tokoh yang ada di Bone
bagian selatan merasakan pelayanan pemerintah kecamatan yang ada sekarang ini
dirasa cukup memuaskan. Hal ini terbukti
dengan melihat dari sekian banyaknya responden, 85 % diantaranya yang
mengatakan kepuasannya terhadap pelayanan pemerintahan sekarang ini. Pada
umumnya mereka sangat puas dikarenakan mudahnya mendapatkan pelayanan dari
pemerintah setempat dan tidak pernah mendapatkan pelayanan yang berbelit-belit
terutama yang berhubungan dengan masalah administrasi. Salah satu
contohnya pelayanan dalam pengurusan pembuatan KTP dan lain-lain.
Tabel 4.2.1.3
Tanggapan
Tokoh Masyarakat Tentang Kondisi Keamanan Selama Ini
Tingkat
kepuasan responden
|
Frekuensi
(f)
|
Persentase
(%)
|
Sangat
aman
Aman
Kurang aman
Tidak aman
|
3
50
6
1
|
5
83,33
10
1,67
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Dari tabel di
atas menunjukkan bahwa dari 60 responden, 50 responden atau 83,33% menyatakan
bahwa keamanan selama ini dirasa aman, sedangkan yang mengatakan sangat aman
sebanyak 3 responden atau 5%. Selanjutnya tokoh yang merasa wilayahnya kurang
aman sebanyak 6 orang atau 10%, sedangkan yang mengatakan tidak aman sebanyak 3
responden atau 5%.
Mengenai kondisi keamanan yang ada
di Bone bagian selatan bisa dikatakan aman-aman saja. Hal ini terbukti dari hasil
wawancara, di mana saudara Nur Hamzah sebagai salah satu tokoh masyarakat
mengatakan bahwa:
”Kondisi keamanan
yang ada sekarang ini sangat berbeda dengan tahun-tahun kemarin. Sekarang,
hampir di tiap desa yang ada di wilayah ini tidak pernah terdengar lagi adanya
kejadian tindakan kriminal, terutama yang berhubungan dengan pencurian ternak”
(Wawancara, November, 2008).
4.2.2. Pengetahuan
Tokoh Masyarakat tentang Istilah Pemekaran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
ditarik kesimpulan bahwa upaya pembentukan Kabupaten Bone ditanggapi serius
oleh tokoh masyarakat terutama tokoh yang ada di Bone bagian selatan, ini terbukti
dengan banyaknya responden (tokoh masyarakat) yang telah mengetahui istilah
pemekaran tersebut yaitu 60 orang responden atau dengan persentase 100% yang
hampir merata pada setiap kecamatan.
Selanjutnya
dari 60 responden yang pernah mendengar istilah pemekaran wilayah, diperoleh
data yang berisi penjelasan tentang darimana responden memperoleh informasi
tersebut (Tabel 4.2.2).
Dari tabel 4.2.2,
yang berisi tentang darimana responden memperoleh informasi/ pengetahuan
tentang istilah pemekaran wilayah, diperoleh hasil bahwa 16,67% atau 10
responden mendapatkan informasi tersebut dari keluarga , 23 orang (38,33%)
memperoleh dari teman, 22 orang (36,67%) dari media baik itu media cetak maupun
elektronik, sedangkan 5 orang (8,33%) memperoleh informasi tersebut dari sumber
lain.
Tabel 4.2.2.
Sumber
Pengetahuan Responden Terhadap Istilah Pemekaran
Sumber
|
Frekuensi
(f)
|
Persentase
(%)
|
Keluarga
Teman
Media
(cetak, elektronik)
Lain-lain
|
10
23
22
5
|
16,67
38,33
36,67
8,33
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Sejauh ini
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa upaya yang dilakukan pemerintah mendapat
dukungan besar dari tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat tidak hanya berpangku
tangan menunggu rencana dari pemerintah
tapi merekapun giat menyebarkan informasi ini ke sesama rekan kerja maupun
tetangga.
Hal ini dibuktikan pada tabel 4.2.2. Dimana berdasarkan penelitian yang
dilakukan penulis, mayoritas responden mengetahui istilah pemekaran setelah
beberapa dari mereka mengikuti serangkaian sosialisasi berupa seminar yang
dilakukan oleh pemerintah dan menyebarkan informasi yang didapatkan dari
seminar tersebut ke kerabat ataupun ke temannya.
4.2.3. Pengetahuan Tokoh Masyarakat
tentang Pemekaran Bone Selatan
Sejak dideklarasikan di lapangan Palattae, Kecamatan Kahu
pada tanggal 26 Januari 2003 masyarakat Kabupaten Bone khususnya Bone Selatan
telah terpecah menjadi dua kelompok yakni masyarakat yang pro maupun kontra
terhadap wacana pemekaran tersebut. Konflik yang terjadi di Kabupaten Bone
khususnya Bone bagian selatan yang memunculkan pro dan kontra di kalangan
masyarakat Bone adalah sesuatu yang wajar terjadi terhadap sebuah isu
pemekaran, oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan penulis
melalui metode wawancara dan data-data yang ada maka penulis akan menguraikan
pendapat dari masing-masing kelompok yang berkonflik.
Salah satu yang
menjadi tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
tingkat pengetahuan tokoh masyarakat terhadap wacana pemekaran Kabupaten Bone
Selatan. Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa pada umumnya tokoh masyarakat
Bone bagian selatan mengetahui tentang adanya rencana pemekaran Bone bagian selatan.
Ini terbukti dimana dari 60 responden sebanyak 100% yang mengetahui hal
tersebut.
Menurut Andi Arham yang merupakan salah satu aktivis yang
sejak dulu memperjuangkan masalah pemekaran wilayah di Bone, khususnya Bone
Selatan mengatakan bahwa pemekaran wilayah bukan lagi merupakan isu politik,
tapi sudah merupakan tuntutan dan kebutuhan bagi masyarakat, ia menjelaskan
bahwa :
“Rencana pemekaran ini
sebenarnya sudah lama diimpikan oleh masyarakat Bone Selatan. Sewaktu acara
pendeklarasian yang dilakukan langsung oleh masyarakat Bone Selatan yang
dihadiri oleh sejumlah tokoh dan beberapa anggota dewan yang duduk di DPRD
Sulsel. Bahkan tujuh orang anggota dewan
dari Bone Selatan yang duduk di DPRD Bone waktu itu juga sangat menyetujui
diadakannya pemekaran di Kabupaten Bone” (Wawancara, November, 2008).
Diuraikannya, bahwa hasil pendeklarasian Bone Selatan
tersebut sudah disampaikan ke DPRD Pusat, terutama kepada Komisi II yang
membidangi masalah pemekaran. Selain itu, hasil pendeklarasian tersebut juga
sudah disampaikan ke Presiden, Departemen Dalam Negeri (Depdagri), dan Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah. Aspirasi masyarakat terhadap pemekaran wilayah
Bone Selatan ini telah diperjuangkan melalui beberapa elemen masyarakat dan
kelompok mahasiswa seperti; Komite Independen Masyarakat Peduli Bone (Koimapi
Bone) yang dipimpin oleh Andi Mappaware Saleng, Aliansi Masyarakat Bone Selatan
(AMBS) yang diketuai oleh Andi Akmal, Komite Persiapan Pembentukan Kabupaten
Bone Selatan (KPPKBS), dan beberapa organisasi lainnya.
Pemerintah harus merespon positif aspirasi yang terjadi
dikarenakan wacana pembentukan Kabupaten Bone Selatan betul-betul merupakan
aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan oleh Bapak H. Idrus sebagai salah
seorang tokoh yang mengetahui tentang wacana pemekaran Kabupaten Bone Selatan, mengatakan
bahwa:
“Upaya pemekaran wilayah
yang sudah berjalan ini harus menjadi perhatian serius dari segenap elemen
masyarakat, para anggota dewan yang duduk di DPRD Bone serta Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Bone di bawah kepemimpinan Bupati H. A. Muh Idris Galigo,
SH., MH., agar memberikan respon positif terhadap aspirasi masyarakat Bone
Selatan” (Wawancara, November, 2008).
Pembentukan Bone Selatan merupakan aspirasi yang murni
dari masyarakat dan bukan merupakan kepentingan orang tertentu seperti yang
dikemukakan oleh Andi Abd. Latief sebagai salah seorang tokoh masyarakat Bone
Selatan yang diwawancarai penulis di rumahnya sebagai berikut :
“Keinginan memekarkan
wilayah memang sudah dari dulu kita inginkan melihat potensi yang ada sudah
memenuhi syarat untuk dimekarkan, kalau ada orang yang mengatakan bahwa wacana
ini merupakan kepentingan orang tertentu itu tidaklah betul sebab kondisi
masyarakat di bawah yang ada di Bone Selatan betul-betul menginginkan sebuah pemekaran
wilayah’ (Wawancara, November, 2008).
Di lain tempat pula salah seorang tokoh agama yang ada di
Bone Selatan yang ikut diwawancarai oleh penulis soal rencana pembentukan
Kabupaten Bone Selatan menyatakan bahwa:
“Keinginan untuk melakukan
perubahan itu tidaklah dilarang oleh agama selama itu baik dan untuk
kepentingan umat, Insya Allah saya yakin tuhan pasti akan ridho atas upaya ini
selama niat kita tetap untuk kepentingan masyarakat itu sendiri” (Wawancara,
November, 2008).
Kabupaten Bone yang terdiri dari 27 kecamatan dengan
lebih 700 desa/kelurahan sangat besar untuk dikelola oleh satu pemerintahan
saja. Secara ideal Kabupaten Bone sebaiknya dimekarkan menjadi satu Kota dan 3 Kabupaten,
motivasi untuk melakukan pemekaran adalah persoalan politik. Misalnya dalam hal
kepemimipinan, dengan dilakukannya pemekaran wilayah maka setiap putera-putera
daerah yang ada di wilayah ini mempunyai kesempatan yang relatif lebih luas,
hal ini senada dengan tokoh pemuda yang ditemui oleh penulis yang ada di Bone
Selatan yang juga ikut mendukung adanya sebuah pemekaran atau pembentukan
wilayah baru disebabkan dengan adanya pemekaran maka potensi-potensi yang
dimiliki oleh kaum muda daerah Bone Selatan dapat tersalurkan seperti yang
dinyatakan oleh Andi Zulfikar selaku tokoh pemuda di Bone Selatan sebagai
berikut:
“Jika Kabupaten Bone
Selatan terbentuk maka sumber daya manusia dari kalangan muda Bone Selatan
dapat tersalurkan untuk ikut membangun, disebabkan begitu banyaknya lulusan
pendidikan dari berbagai jenjang perguruan tinggi dengan disiplin ilmu yang
berbeda yang berasal dari Bone Selatan” (Wawancara, November, 2008).
Keinginan masyarakat yang tergabung dalam kelompok
kepentingan yang pro terhadap
pembentukan Kabupaten Bone Selatan sebagai sebuah konsep yang beralasan
bahwa pemekaran adalah keinginan yang sudah sejak lama diidamkan oleh
masyarakat di daerah konflik melihat adanya ketimpangan-ketimpangan pelayanan
pemerintah di bidang-bidang tertentu sehingga menciptakan kesenjangan dan
kecemburuan sosial dan membuat masyarakat bahwa pembentukan kabupaten baru
adalah kebutuhan yang sangat mendesak dan tak dapat ditawar-tawar lagi.
Dalam kesempatan yang lain, ada juga tokoh masyarakat di
setiap kecamatan mengemukakan ketidaksetujuannya dilakukan pemekaran karena
melihat sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih belum dikelola maksimal
dan tidak selayaknya dimekarkan karena persoalan budaya, melihat ketakutan
masyarakat apabila daerah tersebut dimekarkan maka akan terjadi pemisahan
kultur budaya. Disini dapat terlihat
bahwa adanya ketidaksetujuan sebagian tokoh di Kabupaten Bone, khususnya Bone
bagian selatan apabila nantinya pemekaran itu terjadi. Mereka takut akan
terjadi perpecahan pada masyarakat Bone karena mereka menganggap bahwa budaya
mereka akan menjadi terpecah-pecah dan tidak akan menjadi satu kesatuan lagi.
4.3. Harapan Tokoh Masyarakat Akan Terbentuknya
Bone Selatan
4.3.1. Pengamatan
Tokoh Masyarakat Akan Terbentuknya Bone Selatan
Dari beberapa komponen yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 78
Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah, maka komponen terpenting adalah
menyangkut pelayanan terhadap masyarakat. Oleh karena itu lebih lanjut melihat
tanggapan tokoh masyarakat tentang akan pelayanan yang ada setelah Bone Selatan
terbentuk dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3.1.1
Tanggapan Responden Akan Pelayanan Jika Bone Selatan Terbentuk
Tanggapan
responden
|
Frekuensi
(f)
|
Persentase
(%)
|
Sangat
lebih baik
Lebih baik
Kurang baik
Tidak baik
|
7
41
10
2
|
11,67
68,34
16,66
3,33
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Dari tabel 4.3.1.1,menunjukkan
bahwa dari 60 responden, 41 responden atau 68,34% menyatakan bahwa apabila Bone
Selatan terbentuk pelayanan pemerintah akan menjadi lebih baik, sedangkan yang
mengatakan sangat lebih baik sebanyak 7 responden atau 11,67%. Selanjutnya tokoh
yang mengatakan pelayanan akan menjadi kurang baik sebanyak 10 orang atau
16,66%, sedangkan yang mengatakan tidak baik sebanyak 2 responden atau 3,33%.
Pandangan yang
banyak tentang akan membaiknya pelayanan pemerintah tersebut di atas dimungkinkan dengan jarak
tempuh yang lebih dekat lagi ke kantor-kantor pemerintahan serta fasilitas
publik lainnya setelah kabupaten Bone selatan terbentuk nantinya. Hal tersebut
akan memudahkan pengurusan berbagai hal-hal administratif yang dibutuhkan
warga.
Tabel 4.3.1.2
Tanggapan
Responden Akan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Jika Bone Selatan Terbentuk
Tingkat kesejahteraan masyarakat
|
Frekuensi
(f)
|
Persentase
(%)
|
Lebih sejahtera
Sejahtera
Kurang sejahtera
Tidak sejahtera
|
11
38
10
1
|
18,34
63,33
16,66
1,67
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Dari tabel 4.3.1.2,
menunjukkan bahwa dari 60 responden, 11 responden atau 18,34% menyatakan bahwa
apabila Bone Selatan terbentuk, maka
masyarakat akan lebih sejahtera, sedangkan yang mengatakan masyarakat akan
sejahtera sebanyak 38 responden atau 63,33%. Selanjutnya tokoh yang mengatakan kehidupan
masyarakat nantinya akan kurang sejahtera sebanyak 10 orang atau 16,66%,
sedangkan yang mengatakan kehidupan masyarakat tidak sejahtera sebanyak 1
responden atau 1,67%.
Pandangan yang
banyak tentang akan meningkatnya kesejahteraan masyarakat dimungkinkan akan
banyaknya sektor-sektor perekonomian yang dibutuhkan daerah di kabupaten yang
baru.
Tabel 4.3.1.3
Tanggapan Responden Akan Tingkat Pendapatan Masyarakat
Jika Bone
Selatan Terbentuk
Tingkat pendapatan masyarakat
|
Frekuensi
(f)
|
Persentase
(%)
|
Lebih
meningkat
Meningkat
Kurang
meningkat
Tidak
meningkat
|
7
42
9
2
|
11,67
70
15
3,33
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data :
Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Dari tabel
4.3.1.3., menunjukkan bahwa dari 60 responden, 7 responden atau 11,67%
menyatakan bahwa apabila Bone Selatan terbentuk
tingkat pendapatan masyarakat akan lebih meningkat, sedangkan yang
mengatakan meningkat sebanyak 42 responden atau 70%. Selanjutnya responden yang
mengatakan tingkat pendapatan masyarakat akan kurang meningkat sebanyak 9 orang
atau 15%, sedangkan yang mengatakan tidak meningkat sebanyak 2 responden atau 3,33%.
Pandangan yang
banyak mengenai tingkat pendapatan akan meningkat tentunya didorong oleh
terbukanya lapangan kerja baru pada sektor ekonomi dan pemerintahan. Sekarang
ini terdapat banyak pengangguran yang rata-rata dari mereka pernah mengenyam
pendidikan tinggi yang berasal dari disiplin ilmu yang bebeda. Banyak dari
mereka mengharapkan terbentuknya kabupaten Bone selatan dengan pertimbangan
akan mendapatkan pekerjaan sesuai disiplin llmu mereka.
Tabel 4.3.1.4
Tanggapan Tokoh Masyarakat tentang
Potensi Daerah
Yang Dapat Dikembangkan
Tingkat pengetahuan masyarakat
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
Sangat
banyak
Banyak
Kurang banyak
Tidak banyak
|
6
41
7
6
|
10
68,34
11,66
10
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Dari tabel 4.3.1.4,
menunjukkan bahwa dari 60 responden, 6 responden atau 10% menyatakan bahwa
sangat banyak potensi daerah yang dapat dikembangkan dalam menunjang proses
pemekaran wilayah Kabupaten Bone Selatan, sedangkan yang mengatakan banyak
potensi yang dapat dikembangkan sebanyak 41 responden atau 68,34%. Selanjutnya
yang mengatakan potensi daerah kurang banyak untuk mendukung terwujudnya
pemekaran Bone Selatan sebanyak 7 orang atau 11,66%, sedangkan yang mengatakan
tidak banyak sebanyak 6 responden atau 10%.
Tokoh
masyarakat Bone bagian selatan pada umumnya mengetahui banyaknya potensi daerah
yang dapat dikembangkan dalam menunjang proses pemekaran wilayah Kab. Bone
Selatan. Adapun potensi tersebut antara lain:
1.
Potensi
daerah pada sektor pertanian yang terdapat di kecamatan Bontocani yang terkenal
dengan daerah lumbung padi.
2.
Perikanan yang terdapat di kecamatan Tonra.
3.
Peternakan yang terdapat di kecamatan Kahu dan Patimpeng.
4.
Objek
wisata (pasir putih atau pantai tete) yang terdapat di kecamatan Tonra.
5.
Rumput
laut di kecamatan Kajuara.
6.
Pelabuhan
di kecamatan Salomekko.
Dengan
adanya pelabuhan, roda perekonomian akan
semakin lancar yang tentu saja hal ini dapat meningkatkan pendapatan daerah dan
pendapatan masyarakat setempat.
7.
Tambang
marmer di kecamatan Salomekko.
8.
Biji
Besi yang terdapat di Kecamatan Bontocani.
9.
Tambang
emas (bulu ulaweng atau bulu kamiseng) di kecamatan Patimpeng.
Tabel 4.3.1.5
Tanggapan Responden Akan Kultur Budaya Yang Ada
Tingkat tanggapan masyarakat
|
Frekuensi
(f)
|
Persentase
(%)
|
Sangat
berubah
Berubah
Kurang
berubah
Tidak berubah
|
3
20
14
23
|
5
33,33
23,33
38,34
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Dari tabel di
atas menunjukkan bahwa dari 60 responden, 3 responden atau 5% menyatakan bahwa
apabila Bone Selatan terbentuk maka
budaya yang ada akan sangat berubah, sedangkan yang mengatakan kultur budaya
akan berubah sebanyak 20 responden atau 33,33%. Selanjutnya tokoh yang
mengatakan kultur budaya kurang berubahan setelah Bone Selatan dimekarkan sebanyak
14 orang atau 23,33%, sedangkan yang mengatakan kultur budaya tidak berubah
sebanyak 23 responden atau 38,34%. banyaknya
Pandangan akan
terjadinya perubahan kultur budaya dimungkinkan oleh berbagai persentuhan
dengan budaya luar oleh kunjungan dari luar dan masuknya warga dari daerah lain
untuk berusaha di kabupaten baru tersebut.
4.3.2. Alasan
Tokoh Masyarakat Akan Rencana Pemekaran Bone Selatan
Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan menggambarkan beberapa alasan terhadap rencana
pemekaran Bone Selatan, baik yang dilakukan secara penyebaran kuesioner maupun
wawancara secara langsung terhadap informan yang mengetahui banyak hal tentang
alasan diwacanakannya terbentuknya Bone selatan, sebagaimana terlihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.3.2
Tanggapan Responden Akan Terbentuknya Bone Selatan
Tingkat
persetujuan responden
|
Frekuensi
(f)
|
Persentase
(%)
|
Sangat
Setuju
Setuju
Kurang setuju
Tidak setuju
|
14
34
7
5
|
23,33
56,66
11,66
8,33
|
Jumlah
|
60
|
100
|
Sumber Data : Hasil Olahan Kuisioner, November 2008
Dari tabel 4.3.2.1,
menunjukkan bahwa dari 60 responden, 14 responden atau 23,33 % menyatakan
sangat setuju dengan rencana pembentukan Kabupaten Bone Selatan, 34 orang atau
56,66 % setuju, 7 orang atau 11,66 % responden mengatakan kurang setuju,
sedangkan sisanya 5 orang atau 8,33 % menyatakan tidak setuju. Sejauh ini,
penulis dapat menyatakan bahwa keinginan masyarakat untuk memekarkan diri
ternyata sangat besar terbukti dengan rasio di atas. Dari penelitian pula,
penulis memperoleh sejumlah informasi tentang alasan yang melatarbelakangi
keinginan tersebut, yaitu:
1. Jarak tempuh yang sangat
jauh. Seperti yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, bahwa secara geografis ke-7 (ketujuh) kecamatan yang menjadi
anggota wilayah perencanaan Kabupaten Bone Selatan letaknya sangat jauh dari
Watampone (ibukota kabupaten Bone) dan dengan jarak tempuh yang berkisar antara
52 Km (Kecamatan Tonra) sampai 112 Km (Kecamatan Bontocani). Selain itu, waktu,
biaya dan tenaga pun terkuras habis, sehingga pelaksanaan urusan yang
berhubungan dengan pemerintah daerah menjadi sangat sulit. Hal ini utamanya
banyak dialami oleh para Pegawai Negeri Sipil. Dengan kondisi yang seperti ini,
implementasi otonomi daerah sangat susah dilaksanakan. Asas desentralisasi yang
bertujuan untuk mengembalikan kewenangan sepenuhnya kepada masyarakat daerah
menjadi sulit tercipta, karena jarak antara pemerintah daerah sebagai pelaksana
dan pelayan masyarakat dengan masyarakat yang membutuhkan sentuhan kebijakan
dari pemerintahnya sangat jauh. Sehingga, dengan adanya rencana pemekaran ini,
masyarakat sangat berharap hal itu tidak perlu mereka alami, pelayanan
pemerintah pun akan semakin cepat, mudah/murah dan berkualitas.
2. Terbukanya lapangan
pekerjaan yang baru. Tanggapan ini didominasi
oleh pemuda yang tidak mempunyai pekerjaan yang ada di wilayah Bone bagian
selatan. Mereka berpendapat bahwa jika Kabupaten Bone Selatan terbentuk
berbagai lapangan pekerjaan akan terbuka, baik instansi pemerintah maupun
lembaga-lembaga swasta yang hadir untuk membuka cabang di wilayah ini. Berbagai
jenis profesi tentunya akan diisi oleh masyarakat setempat, terutama bagi
mereka yang berusia produktif seperti pemuda. Berbagai jenis lapangan pekerjaan
yang baru akan terbuka seiring dengan hadirnya kebutuhan dan jenis pelayanan
yang dibutuhkan oleh sebuah daerah baru seperti pelayanan perbankan dan sektor
usaha swasta lainnya.
3. Keinginan
untuk melihat daerahnya maju.
Tanggapan ini didominasi oleh para guru dan pemuda yang ada di wilayah Bone
selatan. Mereka berpendapat bahwa jika suatu daerah telah meningkat derajatnya
secara administatif, maka pembangunanpun juga akan terlihat di daerah itu.
Besarnya Dana Alokasi Umum bagi daerah tiap tahunnya tidak dapat menghasilkan
sebuah pembangunan yang baik dan merata, karena luasnya daerah yang harus
dibiayai dan banyaknya alokasi dana yang harus dikeluarkan mengakibatkan proses
pembangunan daerah tidak maksimal. Dengan adanya pemekaran, secara langsung
akan menguntungkan bagi kedua daerah, baik daerah induk maupun daerah yang baru
dibentuk, karena alokasi dana yang akan berkurang sehingga porsi untuk setiap
item juga akan semakin besar.
4. Potensi
daerah akan mulai tersentuh oleh pemerintah. Kemajuan suatu daerah bukan berarti daerah tersebut
memiliki banyak potensi, demikian pula sebaliknya, stagnasi pembangunan yang
dialami suatu daerah tidak dapat serta merta diklaim bahwa penyebabnya adalah
karena kurangnya atau bahkan tidak adanya sumber daya alam yang dapat dikelola
di daerah tersebut. Bisa saja hal ini lebih disebabkan oleh karena tidak
terjangkaunya potensi tersebut oleh pemerintah, tentu saja karena faktor
jarak/rentan kendali antara pemerintah dengan daerahnya. Sehingga,
dengan hadirnya pemerintah di dekat masyarakat, eksplorasi potensi baik potensi
alam maupun potensi manusia akan dapat dilakukan.
4.4. Beberapa
Peluang Konflik Terhadap Rencana Pembentukan Kabupaten Bone Selatan
Dewasa
ini keinginan untuk melakukan perubahan sistem yang telah ada menjadi sebuah
sistem yang baru dengan harapan akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari
sebelumnya seakan-akan telah menjadi sebuah kebutuhan yang harus terpenuhi.
Adanya Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 tentang Tata
Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah seakan-akan
memberikan angin segar bagi daerah dan
segolongan masyarakat tertentu di daerah untuk memanfaatkan peraturan pemerintah
tersebut dengan alasan yang sudah sering kita dapati yaitu untuk membangun
daerah dengan potensi-potensi daerah yang ada melalui sebuah pemekaran wilayah.
Indonesia
yang memiliki tingkat pluralitas yang tinggi serta sistem demokrasi yang
memberikan kebebasan yang besar kepada masyarakat sehingga kondisi ini kemudian
dapat menjadi sangat rentan terhadap timbulnya konflik dalam skala kecil maupun
besar adanya otonomi daerah yang secara normatif telah memberikan keleluasaan
bagi masyarakat di daerah untuk mengaktualisasikan diri secara optimal dalam
manajemen pembangunan daerah.
Undang-undang
yang mendasari praktik otonomi daerah memberi pengakuan terhadap eksistensi
masyarakat dan kebudayaannya, otonomi daerah yang menandai era penghargaan
terhadap keberagaman dan otonomi masyarakat, setelah orde baru memberangusnya
selama masa tiga dasawarsa lebih. Dalam ruang politik yang semakin terbuka
dewasa ini masyarakat di daerah menggali kembali potensi kelembagaan sosial
atau konstruk nilai-nilai budaya lokal yang dianggap berguna untuk menopang
eksistensi mereka di tengah arus globalisasi dan dinamika pembangunan daerah.
Pemekaran
wilayah sebagai sebuah aspirasi yang muncul di dalam masyarakat adalah sebuah
konflik yang ternyata bukan hanya memberikan peluang dan harapan, munculnya
potensi-potensi konflik yang bila tidak ditangani dengan baik dan secara
bijaksana maka akan dapat membawa suatu daerah yang sedang berkonflik menjadi
sebuah keadaan yang dapat mengancam sistem dan sendi-sendi kehidupan di daerah
konflik.
Potensi
konflik yang muncul kemudian di daerah yang sedang diteliti oleh penulis yakni
Bone Selatan adalah konflik antara kelompok-kelompok masyarakat yang masih berada
pada posisi pertarungan mempertahankan kepentingan yang telah ada dan yang
telah dimiliki oleh golongan masyarakat atau elit tertentu dalam arti adanya
kelompok yang tidak menyetujui adanya sebuah pemekaran di daerah konflik
disebabkan alas-alasan yang menurut mereka beralasan dan sangat benar yakni
suatu pemekaran wilayah adalah sebuah usaha yang tidak membawa manfaat bagi
masyarakat secara keseluruhan dikarenakan isu pemekaran oleh orang-orang atau
kelompok tertentu yang hanya mempunyai kepentingan-kepentingan tersendiri dan
bukan merupakan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Di samping alasan yang
tidak mungkin diungkapkan yaitu keinginan mempertahankan kekuasaan yang telah
dimiliki dan tidak ingin membaginya kepada orang lain.
Di
lain pihak pula pemekaran wilayah yang diinginkan oleh kelompok yang mendukung
adalah sebuah tujuan yang harus dicapai dengan harapan yang diyakini oleh
mereka akan membawa dampak yang positif bagi masyarakat di daerah konflik
dikarenakan optimalisasi pelayanan pemerintah yang akan mencapai secara
keseluruhan kebutuhan-kebutuhan yang ada di dalam masyarakat di daerah konflik
selain itu pula kemungkinan adanya keinginan mendapatkan kekuasaan atau jabatan
dalam daerah yang akan dimekarkan yang sudah menjadi rahasia umum di kalangan
masyarakat.
Dari
hasil wawancara yang dilakukan penulis di daerah penelitian maka potensi
konflik yang muncul ialah perebutan atau pembagian kekuasaan nantinya pada
wilayah yang akan terbentuk seperti yang diutarakan oleh Wakil Ketua Dewan A.
Muskamal Bare seperti di bawah ini:
“Kemungkinan
besar potensi konflik yang akan terjadi nantinya ialah perebutan atau pembagian
kekuasaan atau jabatan jika betul-betul Bone Selatan dapat terealisasikan” (Wawancara
November, 2008).
Ditambahkan
juga bahwa potensi konflik nantinya adalah penempatan ibukota seperti yang
diutarakan oleh Andi Musyirah Amal S.STP selaku tokoh masyarakat di Bone
Selatan seperti di bawah ini:
“Kelak
jika bone selatan telah menjadi kabupaten maka potensi konflik yang akan muncul
dan paling besar menurut saya adalah penempatan ibukota nantinya dikarenakan
setiap kecamatan merasa berhak dan mampu untuk dijadikan sebagai ibukota
kabupaten”(Wawancara November, 2008).
Disamping
itu pula potensi konflik yang tejadi kemudian adalah perbedaan pendapat antara
golongan masyarakat di daerah konflik yang masing-masing kelompok mempunyai
elit-elit lokal yang bermain terhadap wacana konflik yang terjadi dengan
masing-masing tujuan yang sarat dengan berbagai kepentingan yang didukung oleh massa dari masing-masing
kelompok.
Sebaliknya
pula dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rencana pembentukan
Bone Selatan haruslah ditangani secara profesional dan arif bijaksana disebabkan
konflik yang terjadi dapat menjadi boomerang bagi yang berkonflik atau malah
menjadi sesuatu yang amat bermanfaat bagi kelompok yang berkepentingan.
BAB V
PENUTUP
Pada
bab iv telah diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pandangan dan
harapan tokoh masyarakat terhadap wacana pemekaran Kabupaten Bone (Bone bagian
selatan), tanggapan tokoh masyarakat tentang pelaksanaan pemerintahan, alasan tokoh
masyarakat akan rencana pemekaran Bone selatan, serta beberapa peluang konflik
sehubungan dengan rencana pembentukan Kabupaten Bone Selatan. Dalam bab ini,
akan dikemukakan beberapa kesimpulan serta saran-saran yang berhubungan dengan
hasil penelitian
5.1
Kesimpulan
Dari penelitian
yang telah dilakukan penulis dengan judul pandangan dan harapan tokoh masyarakat
terhadap wacana pemekaran Kabupaten Bone (Bone bagian selatan), ada beberapa
hal yang menjadi kesimpulan, yaitu:
1.
Berdasarkan
hasil pembahasan tergambar bahwa tokoh yang mendukung pemekaran Bone Selatan
adalah mereka yang terindikasi sebagai aktivis partai politik, organisasi
pemuda daerah, cendikiawan, politisi yang pada dasarnya mengerti akan pemekaran
tersebut, baik dilihat dari kepentingan atau memang justru Bone selatan sudah
layak untuk dimekarkan melihat ketentuan dari PP No. 78 Tahun 2007 khususnya
yang menyangkut pelayanan masyarakat dan potensi daerah serta luas wilayah.
2.
Pada
kelompok lain dari hasil penelitian, peneliti menganalisis bahwa tokoh ini
tidak punya kepentingan mendasar, tidak dikatakan anti pemekaran dan tidak juga
setuju pemekaran. Tokoh masyarakat ini terlihat pada pendidik, kepala desa,
agamawan, dan budayawan.
5.2.
Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.
1.
Berdasarkan
apa yang diinginkan masyarakat, bahwa ada tim yang telah melakukan kajian
terhadap rencana pemekaran Bone selatan. Termasuk tim dari Unhas agar kiranya Pemerintah
Kabupaten Bone dan DPRD sedapat mungkin menyampaikan hasilnya pada tingkat
masyarakat yang bersangkutan sehingga masyarakat dapat mengetahui, memahami dan
mengerti permasalahan sesungguhnya sehubungan dengan rencana pemekaran Bone
selatan.
2.
Pemerintah
Kabupaten Bone dan DPRD harus bersikap tegas terhadap rencana pemekaran Bone
selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar