Minggu, 31 Agustus 2014

Analisis Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Wajo



BAB I

PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disusun berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai pertimbangan lainnya dengan maksud agar penyusunan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mudah dilakukan. Pada sisi yang lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat pula menjadi sarana bagi pihak tertentu untuk melihat atau mengetahui kemampuan daerah baik dari sisi pendapatan maupun sisi belanja.
1
 
Munandar ( 1999: 10 ) menyatakan bahwa anggaran mempunyai tiga kegunaan pokok yaitu sebagai pedoman kerja, sebagai alat pengkoordinasian kerja serta sebagai alat pengawasan kerja. Dengan melihat kegunaan pokok dari anggran tersebut maka pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat berfungsi sebagai : pertama fungsi perencanaan, dalam perencanaan APBD adalah penentuan tujuan yang akan dicapai sesuai dengan kebijaksanaan yang telah disepakati misalnya target penerimaan yang akan dicapai, jumlah investasi yang akan ditambah, rencana pengeluaran yang akan dibiayai. Kedua, fungsi koordinasi anggaran berfungsi sebagai alat mengkoordinasikan rencana dan tindakan berbagai unit atau segmen yang ada dalam organisasi, agar dapat bekerja secara selaras ke arah tercapainya tujuan yang diharapkan. Ketiga, fungsi komunikasi jika yang dikehendaki dapat berfungsi secara efisien maka saluran komunikasi terhadap berbagai unit dalam penyampaian informasi yang berhubungan dengan tujuan, strategi, kebijaksanaan, pelaksanaan dan penyimpangan yang timbul dapat teratasi. Keempat, fungsi motivasi anggaran berfungsi pula sebagai alat untuk memotivasi para pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan untuk mencapai tujuan. Kelima, fungsi pengendalian dan evaluasi, anggaran dapat berfungsi sebagai alat-alat pengendalian yang pada dasarnya dapat ditentukan penyimpangan yang timbul dan penyimpangan tersebut sebagai dasar evaluasi atau penilaian prestasi dan sekaligus merupakan umpan balik pada masa yang akan datang.
Perkembangan APBD terutama di sisi pendapatan daerah dapat menjadi dasar perencanaan jangka pendek ( satu tahun ) dengan asumsi bahwa perkembangan yang akan terjadi pada satu tahun ke depan relatif sama. Pendapatan Asli Daerah merupakan pencerminan dari potensi ekonomi daerah, untuk itu tidak berlebihan apabila pemerintah pusat menjadi PAD sebagai kriteria utama dalam pemberian otonomi kepada daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan keterlibatan segenap unsur dan lapisan masyarakat, serta memberikan kekuasaan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah sehingga peran pemerintah adalah sebagai katalisator dan fasilitator karena pihak pemerintahlah yang lebih mengetahui sasaran dan tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai katalisator dan fasilitator tentunya membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung dalam rangka terlaksananya pembangunan secara berkesinambungan.
Anggaran belanja merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan serta konsistensi pembangunan di daerah secara keseluruhan menuju tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama.
Bertitik tolak dari hasil pembangunan yang akan dicapai dengan tetap memperhatikan fasilitas keterbatasan sumber daya yang ada maka dalam rangka untuk memenuhi tujuan pembangunan baik secara nasional atau regional perlu mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna dengan disertai pengawasan dan pengendalian yang ketat baik yang dilakukan oleh aparat tingkat atas maupun tingkat daerah serta jajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jaya ( 1999: 11 ) menyatakan bahwa sumber pembiayaan pembangunan yang penting untuk diperhatikan adalah penerimaan daerah sendiri, karena sumber inilah yang merupakan wujud partisipasi langsung masyarakat suatu daerah dalam mendukung proses pembangunan. Pengelolaan keuangan daerah sangat besar pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah kerena daerah dapat menjadi daerah yang kuat dan berkuasa serta mampu mengembangkan kebesaranya atau menjadi tidak berdaya tergantung pada cara mengelola keuangannya. Dalam hal ini pengelolaan keuangan daerah mengandung beberapa kepengurusan dimana kepengurusan umum yang sering disebut pengurusan administrasi dan kepengurusan khusus atau juga sering disebut pengurusan bendaharawan.
Pengurusan umum erat hubungannya dengan penyelenggaraan tugas daerah di segala bidang yang membawa akibat pada pengeluaran dan yang mendatangkan penerimaan guna menutup pengeluaran administrasi itu sendiri. Oleh kerena itu, semakin banyak dan beratnya tugas daerah dengan kemungkinan keadaan keuangan yang terbatas, maka  perlu adanya efisien terhadap rencana-rencana yang akan dijalankan pada masa yang akan datang.
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan daerah di bidang keuangan daerah, karena aspek keuangan daerah menjadi sesuatu yang penting, sebab untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah dibutuhkan dana atau biaya yang cukup besar sehingga kepada daerah diberi hak untuk mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri dalam arti menggali dan mengelola pendapatan asli daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah daerah.
Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas maka yang menjadi permasalahan adalah sistem pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Wajo ini sangat luas maka dalam penelitian ini akan dibatasi khusus pada analisis sistem pengelolaan pendapatan daerah dan pengeluaran belanja administrasi umum Kabupaten Wajo dengan tidak mengurangi obyek penelitian yang lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Wajo “.

B.     Rumusan Masalah
Untuk memberikan arah dan sasaran yang jelas terhadap pembahasan selanjutnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana tingkat efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah
2.    Bagaimana keeratan hubungan Realisasi Pendapatan Daerah dan Realisasi Pengeluaran Belanja Administrasi Umum ( BAU ) Tahun Anggaran 2003-2006

C.     Tujuan Penelitian
Seiring dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Untuk mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah
2.   Untuk mengetahui keeratan hubungan Realisasi Pendapatan Daerah dan Realisasi Pengeluaran Belanja Administrasi Umum Tahun Anggaran 2003-2006
D.     Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan manfaat yang berarti yaitu :
1.        bagi ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberikan referensi dalam bidang ilmu keuangan khususnya pengelolaan pendapatan daerah dan pengeluaran rutin.
2.        bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dalam bidang keuangan daerah serta meningkatkan kemampuan analisis tentang pengelolaan keuangan daerah.
3.        bagi pemerintah daerah dalam hal ini Badan Pengelola Keuangan  dan Belanja Daerah ( BPKBD ) Kabupaten Wajo diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran di dalam menentukan kebijaksanaan yang mampu meningkatkan pengelolaan keuangan daerah.

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.       Pengertian Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah
Sebelum mengurai sistem pengelolaan keuangan daerah terlebih dahulu dikemukakan pendapat mengenai pengertian sistem itu sendiri. Adapun pengertian sistem menurut W. Gerald Cole adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari suatu organisasi, sedangkan prosedur adalah suatu urut-urutan pekerjaan kerani ( clerical ), biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi yang terjasi dalam suatu organisasi (Baridwan, 199: 3).
Berdasarkan pengertian di atas maka salah satu unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah adalah sistem atau cara pengelolaan keuangan daerah secara berdayaguna dan berhasilguna. Hal tersebut diharapkan agar sesuai dengan aspirasi pembangunan dan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang akhir-akhir ini.


7
 
 
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000, tentang pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dalam ketentuan umumnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Keuangan Daerah menurut (Mulia, 1987: 179) adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamya segala bentuk kekayaan daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Selanjutnya dalam pasal 4 dan 5 dikatakan pula bahwa, pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam anggaran tertentu.

B.       Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah menurut ( Devas, dkk., 1987; 279-280 ) adalah sebagai berikut :
1.    Tanggung jawab ( accountability )
2.    Mampu memenuhi kewajiban keuangan
3.    Kejujuran
4.    Hasil guna ( efectiveness ) dan Daya guna ( efficiency )
5.    Pengendalian

C.       Dasar Hukum Keuangan Daerah
Dalam pengelolaan keuangan daerah sebagai suatu perwujudan dari rencana kerja keuangan akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan selain berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum yang berlandaskan pula pada :
1.    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
2.    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
3.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenagan propinsi sebagai daerah otonom
4.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
5.    Permendagri Nomor 5 Tahun 1997 tentang pelaksanaan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi keuangan dan barang daerah
6.    Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
7.    Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan


D.       Pengertian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
Dengan berlandaskan pada dasar hukum di atas maka penyusunan APBD sebagai rancana kerja keuangan adalah sangat penting dalam rangka penyelenggaraan fungsi daerah otonom. Dari uraian tersebut boleh dikatakan bahwa APBD sebagai alat / wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik ( public accountability ) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program, dimana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat umum.
Menurut Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ) pada hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai, sebagai alat untuk meningkatkan pelayanana umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, DPRD dan pemerintah daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentigan dan akuntabilitas publik.
Mardiasmo ( 1999: 11 ) mengemukakan bahwa salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja

E.       Aspek Pengelolaan Keuangan Daerah
Aspek pengelolaan keuangan daerah, pada dasarnya menyangkut tiga hal yang saling terkait satu dengan yang lainya, yaitu :
1.    Aspek Penerimaan, yaitu mengenai seberapa besar kemampuan Pemerintah Daerah dapat menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut
2.    Aspek Pengeluaran, yaitu mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat.
3.    Aspek Anggaran, yaitu mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran serta kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa depan
Pendapatan daerah dapat diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu sumber-sumber pendapatan dari daerah sendiri dan sumber-sumber pendapatan dari luar daerah. Sumber-sumber pendapatan dari daerah sendiri adalah sumber pendapatan yang dikumpulkan secara langsung dari masyarakat daerah yang bersangkutan, misalnya pajak dan retribusi. Sumber-sumber pendapatan eksternal adalah sumber pendapatan yang berasal dari luar daerah seperti pemerintah diatasnya ( propinsi ) dan pemerintah pusat dan pinjaman serta lain-lain yang sah.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun2004, sumber-sumber penerimaan daerah terdiri dari 3 bagian,  yakni :
1.    Pendapatan Asli Daerah , yang terdiri dari :
(a)  Hasil pajak daerah
(b)  Hasil retribusi daerah
(c)  Hasil Perusahaan milik daerah
(d)  Lain-lain pendapatan daerah yang sah
2.    Dana perimbangan yang terdiri dari :
(a)  Bagian daerah dari penerimaan PBB, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam
(b)  Dana Alokasi Umum
(c)  Dana Alokasi Khusus
(d)  Pinjaman Daerah
3.    Lain-lain pendapatan daerah.
Pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang mengurangi kekayaan Pemerintah Daerah. Dalam struktur anggaran daerah dengan pendekatan kinerja, pengeluaran daerah ( belanja daerah ) dirinci menurut organisasi, fungsi kelompok, dan jenis belanja, yakni :
  1. Belanja daerah menurut organisasi adalah suatu kesatuan pengguna anggaran seperti Sekretariat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah lainya
  2. Fungsi belanja misalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lainya
  3. Kelompok belanja misalnya belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, belanja modal
  4. Jenis belanja misalnya belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan


F. Proses Penyusunan APBD
Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Wajo yang diawali dengan proses penentuan rencana plafond APBD sesuai silklus anggaran dimulai dari :
1. proses penentuan pendapatan
2. proses penentuan belanja
3. proses penentuan pembiayaan
Selanjutnya hasil rencana anggaran yang telah disusun oleh instansi yang bersangkutan secara terpadu diajukan kepada tim anggaran eksekutif dan kemudian disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD ) dalam bentuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah guna dibahas dan disetujui DPRD, sehingga penetapannya dapat dituangkan didalam peraturan daerah.
Kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah khususnya di bidang pengelolaan Keuangan daerah dapat dianalisis dari kinerja aparatur pemerintah daerah. Kinerja diartikan sebagai bentuk prestasi atau hasil dari prilaku pekerja yang merupakan fungsi dari kemampuan (ability) dukungan (support) dan usaha (effort), untuk mengukur seberapa besar kinerja aparatur pemerintah daerah yang dapat diukur dengan efektivitas, dan efisiensi.

G.     Pengertian Efisiensi, Efektivitas Dan Korelasi
Efisiensi mengandung beberapa pengertian menurut Khan (1994: 21,7) yaitu :
1.      Efisiensi pada sektor usaha swasta  ( private sector efficiency ), dijelaskan dengan konsep input output yaitu rasio dari output dan input
2.      Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat (public sector efficien), yaitu suatu kegiatan yang dilakukan dengan baik dengan pengorbanan seminimal mungkin.
3.      Suatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran (output) dengan biaya (input) yang terendah atau dengan biaya (input) minimal diperoleh hasil (output) yang diinginkan.
Pengertian efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas menurut Devas, dkk., ( 1989, 279-280 ) adalah hasil guna kegiatan pemerintah dalam mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dihasilkan untuk mencapai tujuan pemerintah dengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.
Faktor-faktor efisiensi dan efektivitas sebagai berikut :
1.    Faktor sumber daya baik sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja, maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja serta dana keuangan
2.    Faktor sturktur organisasi yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan baik itu sturktur maupun fungsional
3.    Faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan
4.    Faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanannya baik pimpinan maupun masyarakat
5.    Faktor pimpinan dalam arti untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud
Menurut Algifari ( 1997; 146 ), bahwa untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dengan menggunakan koefisien korelasi adalah dengan menggunakan nilai absolut dari koefisien korelasi tersebut. Selanjutnya menurut Sardjonopermono ( 1981; 1 ), analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan garis lurus ( linear )  antara dua variabel atau lebih. Dengan dua variabel, semakin nyata hubungan garis lurus (linear) semakin kuat atau tinggi hubungan garis lurus (linear)  antara kedua variabel tersebut. Ukuran untuk derajat hubungan garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi (  the correlation coeffisient ).




H.   Kerangka Pemikiran
Dalam suatu mekanisme pembahasan dibutuhkan suatu perencanaan yang matang agar setiap pembahasan megacuh kepada acuan yang menjadi pedoman dalam menyusun sebuah tulisan. Olehnya itu, untuk mengetahui pembahasan dalam Analisis Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah pada Kabupaten Wajo maka kerangka pemikiran yang didasarkan pada inti dari tinjauan pustaka sebagai berikut :













 





















I.      Hipotesis

Berdasarkan tinjaun pustaka dan karangka pikir maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
1.    Tingkat efektifitas dan efisiensi APBD Kabupaten Wajo cukup efektif dan efisien.
2.    Ada hubungan erat antara realisasi penerimaan dan realisasi pengeluaran .















BAB III
 METODE PENELITIAN

A.       Jenis Dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1.    Data Primer
Sejumlah data yang diperoleh dari penelitian lapangan dan seluruhnya bersumber dari Badan Pengelolan Keuangan dan Barang Daerah yang diperoleh dari hasil wawancara secara langsung terhadap responden atau pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan keuangan daerah.
2.    Data Sekunder
Data sekunder adalah sejumlah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan, data-data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen resmi serta laporan keuangan berupa data runtut waktu (time series) dalam tahun anggaran 2003 sampai dengan 2006









20
 
 
B.       Populasi Dan Sampel
Populasi penelitian ini mencangkup realisasi Anggaran penerimaan dari tahun 2003 sampai 2006, sehingga sampel penelitian ini ditarik dari  realisasi Anggaran berdasarkan sampel penuh. 

C.       Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian yang telah dilakukan ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1.    Observasi adalah Metode ini dilakukan dengan cara pengumpulan data atau informasi berdasarkan atas tinjauan dan pengamatan peneliti secara langsung terhadap aspek-aspek yang terkait tentang Analisis Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Wajo
2.    Interview. Metode ini interview diperoleh dengan cara melakukan wawancara atau tanya jawab langsung terhadap responden yang terpilih dalam mengumpulkan informasi-informasi yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan juga dilakukan terhadap pimpinan atau atasan langsung dari para responden tersebut
3.    Dokumentasi. Metode ini dilakukan dengan cara pengumpulan data melalui dokumen-dokumen resmi yang ada pada Analisis Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah
4.    Kuesioner. Metode ini dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada seluruh responden yang berkaitan dengan Pengelolaan Keuangan Daerah.

D.       Tekhnik Analisis Data
Model (alat analisis) yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi dengan hubungan keeratan antara realisasi penerimaan dan pengeluaran belanja administrasi umum dalam proses pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah dari tahun 2003 sampai dengan 2006.
1.    Analisis efisiensi
Hasil analisis yang dilakukan terhadap pengelolaan keuangan daerah khususnya pengelolaan penerimaan daerah dengan pengeluaran belanja administrasi umum menggunakan ukuran tingkat efisiensi yaitu perbandingan antara realisasi pengeluaran belanja administrasi umum dengan penerimaan daerah dikalikan dengan seratus dalam bentuk persentase


Dengan mengetahui hasil perbandingan antara realisasi pengeluaran belanja administrasi umum dan realisasi penerimaan dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut dapat dilakukan terhadap system penelolaan keuangan daerah, dengan kriteria penilaian berdasarkan data kinerja keuangan yang disusun dalam Tabel berikut ini (Medi, 1996: 77).

 

Tabel III. 1. Kriteria Kinerja Keuangan

Persentase Kinerja Keuangan
Kriteria

100 % ke atas
90 % - 100 %
80 % - 90 %
60 % - 80 %
Dibawah dari 60 %

Tidak efisien
Kurang efisien
Cukup efisien
Efisien
Sangat efisien
Sumber : Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan, 1997

2.        Analisis efektivitas
Analisis efektivitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah dirumuskan dengan menggunakan rasio perbandingan antara realisasi penerimaan dengan target yang ditetapkan dikalikan dengan seratus dalam bentuk persentase


 


Nilai efektivitas diperoleh dari perbandingan sebagai mana tersebut diatas diukur dengan criteria penilaian kinerja keuangan yang disusun dalam table berikut  ini (Medi, 1996: 77).

Tabel III. 2. Kriteria Kinerja Keuangan

Persentase Kinerja Keuangan
Kriteria

Di atas 100 %
90 % - 100 %
80 % - 90 %
60 % - 80 %
Kurang dari 60 %

Sangat efektif
Efektif
Cukup efektif
Kurang efektif
Tidak efektif
Sumber : Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan, 1997

3.        Analisis korelasi
Untuk mengetahui keeratan hubungan antara realisasi penerimaan   ( Y ) dan realisasi pengeluaran belanja administrasi umum ( X ) dipergunakan analisis korelasi dengan formulasi sebagai berikut (Algifari, 1997: 146).



 





Di mana :
r        = adalah koefisien korelasi
n       = adalah jumlah periode
y       = adalah realisasi penerimaan
x       = adalah realisasi pengeluaran belanja administrasi umum
besarnya koefisien korelasi ( r ) antara dua variabel ( Y dan X ) adalah nol sampai dengan + 1. apabila dua buah variabel ( Y dan X ) mempunyai nilai r = 0 berarti variable-variabel tersebut tidak ada hubungan. Apabila variabel-variabel itu mempunyai r = + 1, maka kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang sempurna.


E.       Definisi Operasional
1.    Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
2.    Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatahusaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah
3.    Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.
4.    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan, anggaran daerah yang menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah.
5.    Pendapatan Daerah merupakan semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah, yang meliputi :
(a)  PAD
(b)  Dana Perimbangan
(c)  Lain-lain pendapatan daerah
6.    Belanja Administrasi Umum merupakan pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah asset atau kekayaan bagi daerah, yang meliputi :
(d)  Belanja pegawai
(e)  Belanja barang dan jasa
(f)   Belanja perjalanan dinas
(g)  Belanja pemeliharaan



BAB IV

 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A.  Perkembangan dan Hubungan antara Variabel yang Diamati

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari Penerimaan, Pengeluaran dan Anggaran. Penerimaan dibagi dalam tiga bagian yakni PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain. Pengeluaran dibagi dalam tiga bagian yakni Belanja Administrasi Umum, BOP dan Belanja modal. Sedangkan Anggaran dibagi dua yakni Penerimaan daerah dan pengeluaran daerah. Berhubung focus penelitian ini hanya terbatas pada Penerimaan/pendapatan dan Pengeluaran/belanja administrasi umum, maka analisis selanjutnya hanya terbatas pada kedua variable tersebut.
Pada bagian penerimaan/pendapatan daerah yang diamati adalah pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah, seperti pada Tabel berikut ini.






27
 
 
Tabel  IV. 1. 
Kontribusi Pendapatan Daerah dan Total APBD terhadap Dana Perimbangan Pemerintah Pusat, APBD 2003 - 2006











NO.
TAHUN ANGGARAN
JUMLAH PENDAPATAN DAERAH
TOTAL PENDAPATAN (Rp.)
PERSENTASE

KONTRIBUSI PAD
PERIMBANGAN


1
2003
    14,788,533,589.45
     240,827,993,688.82
6.14
93.86

2
2004
    13,855,857,411.41
     240,927,494,761.20
5.75
94.25

3
2005
    21,046,710,366.74
     286,390,634,912.74
7.35
92.65

4
2006
    25,224,925,675.19
     401,035,738,022.19
6.29
93.71

Keterangan  :  Data Telah Diolah, 2007










Berdasarkan Tabel IV.1.  dapat dilihat bahwa ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat masih sangat dominan, dimana persentase kontirbusi PAD terhadap total APBD berkisar 5,75 % sampai dengan 7,35 %, sedangkan persentase ketergantungan dalam bentuk dana perimbangan terhadap pemerintah pusat berkisar 92,65 % sampai dengan 94,25 %. 
Selain itu diamati pula rasio / perbandingan alokasi pengeluaran dalam bentuk belanja administrasi umum dengan total pendapatan, yang dapat dilihat pada Tabel IV.2. berikut ini.


Tabel  IV. 2. 
Perbandingan Alokasi Belanja Administrasi Umum terhadap Total Pendapatan  2003 - 2006










NO.
TAHUN ANGGARAN
TOTAL PENDAPATAN (Rp.)
REALISASI BELANJA (Rp.)
PERSENTASE (%)



1
2003
  240,827,993,688.82
     123,553,116,115.57
51.30

2
2004
  240,927,494,761.20
       26,273,290,838.54
10.91

3
2005
  286,390,634,912.74
       22,864,756,551.35
7.98

4
2006
  401,035,738,022.19
     142,254,689,606.00
35.47

Keterangan  :  Data Telah Diolah, 2007




Tabel IV.2 menunjukkan bahwa alokasi dana untuk Pengeluaran dalam bentuk administrasi umum tiap Tahun Anggaran bervariasi kearah yang lebih baik, kenaikan terendah sebesar 7,98% pada Tahun Anggaran 2005 dan tertinggi terjadi pada Tahun Anggaran 2003 kemudian disusul pada tahun anggaran 2006 masing-masing sebesar 51,30 % dan 35,47 %. Demikian juga dengan perkembangan dan pertumbuhan APBD selama 4 (empat) tahun anggaran yaitu Tahun Anggaran 2003 sampai dengan Tahun Anggaran 2006 menunjukkan kenaikan selama 4 tahun pengamatan terendah 0,04 % pada Tahun Anggaran 2004 dan tertinggi 40,03 % terjadi pada Tahun Anggaran 2006, sesuai Tabel IV.3, berikut ini


Tabel  IV. 3. 
Pertumbuhan / Perkembangan Total Pendapatan Kabupaten Wajo 2003 – 2006









NO.
TAHUN ANGGARAN
TOTAL PENDAPATAN  (Rp.)
PERTUMBUHAN (%)



1
2003
240,827,993,688.82
-

2
2004
240,927,494,761.20
0.04

3
2005
286,390,634,912.74
18.87

4
2006
401,035,738,022.19
40.03

Keterangan  :  Data Telah Diolah, 2007




Selanjutnya gambaran perkembangan realisasinya akan disajikan melalui kontribusi realisasi pendapatan daerah dan dana perimbangan terhadap pemerintah pusat,
Kontribusi realisasi pendapatan daerah dan dana perimbangan terhadap pemerintah pusat, dapat diilihat pada Tabel IV.4 sebagai berikut.
Tabel  IV. 4. 
Kontribusi Pendapatan Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Pemerintah Pusat, APBD 2003 - 2006











NO.
TAHUN ANGGARAN
JUMLAH PENDAPATAN ASLI DAERAH (Rp.)
DANA PERIMBANGAN (Rp.)
PERSENTASE

KONTRIBUSI PAD
PERIMBANGAN


1
2003
14,788,533,589.45
209,855,745,694.37
7.05
92.95

2
2004
13,855,857,411.41
211,867,442,094.79
6.54
93.46

3
2005
21,046,710,366.74
256,603,243,431.00
8.20
91.80

4
2006
25,224,925,675.19
375,810,812,347.00
6.71
93.29

Keterangan  :  Data Telah Diolah, 2007












Berdasarkan Tabel IV.4, di atas dapat dikatakan bahwa kontribusi pendapatan daerah terhadap pemerintah pusat, APBD selama 4 Tahun Anggaran berfluktuasi, dan terendah dicapai pada Tahun Anggaran 2004 sebesar 6,54 % dan tertinggi terjadi pada Tahun Anggaran 2005 sebesar 8,20 %, sedangkan dana perimbangan terhadap pemerintah pusat sangat tinggi berkisar antara 91,80 % sampai dengan 93,46 % dalam periode yang sama.
Rasio perbandingan realisasi belanja administrasi umum dan realisasi belanja modal administrasi umum APBD dalam periode yang sama dapat diilihat pada Tabel IV.5 berikut ini.
Perkembangan/pertumbuhan realisasi APBD dari Tahun Anggaran 2003 sampai dengan 2006, dapat diilihat pada Tabel IV.6 berikut ini.

Tabel  IV. 5. 
Pertumbuhan / Perkembangan Realisasi APBD Kabupaten Wajo 2003 – 2006











NO.
TAHUN ANGGARAN
REALISASI BELANJA (Rp.)
DANA PERIMBANGAN (Rp.)
PERTUMBUHAN

REALISASI BELANJA
PERIMBANGAN


1
2003
123,553,116,115.57
209,855,745,694.37
-
-

2
2004
26,273,290,838.54
211,867,442,094.79
(78.74)
0.96

3
2005
22,864,756,551.35
256,603,243,431.00
(12.97)
21.11

4
2006
142,254,689,606.00
375,810,812,347.00
522.16
46.46

Keterangan  :  Data Telah Diolah, 2007














Hasil analisis menggambarkan bahwa pertumbuhan realisasi belanja Daerah berfluktuasi dan terendah pada Tahun Anggaran 2004 minus sebesar 78,74 % dan tertinggi sebesar 522,16 % pada Tahun Anggaran 2006. Sedangkan pertumbuhan realisasi pengeluaran Daerah dalam hal dana perimbangan, juga berfluktuasi dan tertinggi 46,46 % pada Tahun Anggaran 2006 dan terendah sebesar 0,96 % pada Tahun Anggaran 2004.

B.  Hasil Analisis Data dan Pembahasan

Dalam menganalisis data yang telah dikumpulkan yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan daerah maka yang menjadi titik pembahasannya adala

1.  Efektifitas  pengelolaan dilihat dari sisi penerimaan

Pada sisi penerimaan yang dianalisis adalah target dan realisasi penerimaan/pendapatan dengan menggunakan rumus efektifitas sebagai berikut :
Realisasi pendapatan
Efisiensi =                                                 x 100% Target


2.   Efisiensi pengelolaan dilihat dari sisi pengeluaran

Untuk menganalisis tingkat efisiensi pengelolaan penerimaan/pendapatan dengan pengeluaran/belanja administrasi umum sebagai  berikut :
 





Dari hasil analisis dengan menggunakan kedua rumus tersebut di atas dapat diketahui masing-masing tingkat efisiensi dan efektivitas (Tabel Lampiran 3 dan 4), dan disederhanakan seperti pada Tabel IV.7, berikut ini.

Tabel  IV. 6. 
Kinerja Pengelolaan Keuangan APBD Kabupaten Wajo 2003 – 2006




NO.
TAHUN ANGGARAN
KRITERIA

EFEKTIFITAS %
EFISIENSI %


1
2003
66.66
51.30

2
2004
92.56
10.91

3
2005
101.38
7.98

4
2006
69.22
35.47

Keterangan  :  Data Telah Diolah, 2007



Dengan demikian dapat diketahui tingkat efektifitas dan efisiensi dari pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah di mana tingkat efektifitas berkisar antara 66,66 % sampai dengan.101,38 % ini berarti sangat efektif. Dernikian juga tingkat efisiensi berkisar antara 7,98 % sampai dengan 51,30 % ini berarti sangat efisien.




3.   Analisis korelasi dilihat dari keeratan hubungan
Koefisien korelasi merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara suatu variabel dengan variabel lain. Jika koefisien korelasi berhubungan dengan sampel yang digunakan, maka koefisien korelasi diberi simbol r yang besarnya adalah akar koefisien determinasi (rz). Berdasarkan uraian ini formula yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap keeratan hubungan antara realisasi pendapatan daerah dengan realisasi belanja seperti pada bab terdahulu yakni


 






Namun demikian, untuk menghindari kesalahan manual dalam melakukan estimasi untuk mengetahui keeratan hubungan antara kedua variabel itu sesuai data pada Tabel Lampiran 6, yang diolah dengan komputer (Program SPSS Vol. 12) dengan hasilnya seperti print out computer (Tabel Lampiran 6). Pada Pearson Korelasi (Correlation Pearson) tersebut terdapat angka 0,628 pada kolom Sig. (2-tailed). Oleh karena itu, keeratan hubungan antara variabel belanja dan variabel pendapatan adalah 0,628 atau 62,80 %, sehingga antara variabel belanja dan variabel pendapatan mempunyai hubungan yang searah. Artinya perubahan nilai variabel belanja dan perubahan nilai variabel pendapatan searah. Jadi jika nilai variabel belanja naik, maka nilai variabel pendapatan juga naik. Sebaliknya jika nilai variabel belanja turun, maka nilai variabel pendapatan juga akan turun. Dalam hasil analisis ini nilai koefisien korelasinya (r) positif karena 0,628 atau 62,80 %, mendekati 1 (satu) sehingga hubungan antara realisasi pendapatan daerah (variabel Y) dan realisasi belanja (variabel X) dapat dikatakan posit.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.   Kesimpulan

Dari uraian dan hasil analisis pada bab-bab terdahulu, akan disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1.        Tingkat efektivitas dalam periode yang sama berkisar antara 66,66 % sampai dengan.101,38 % ini berarti sangat efisien.
2.      Tingkat efisiensi selama periode pengamatan berkisar antara 7,98 % sampai dengan 51,30 % ini berarti sangat efisien.
3.      Keeratan hubungan antara realisasi pendapatan daerah (variabel Y) dan realisasi belanja (variabel X) dikatakan positif karena koefisien korelasinya (r) 0,628 atau 62,80 % mendekati 1 (satu).


B.   Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil analisis, betikut ini akan disarankan beberapa hal untuk dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan sistem pengelolaan keuangan daerah di masa yang akan datang sebagai berikut.
1.       
36
 
Agar pemerintah Daerah/Kabupaten Wajo menggiatkan Pendapatan Daerah melalui penggalian potensi, sistem dan prosedur, serta intensifikasi pungutan, sehingga di masa yang akan datang pendapatan daerah mampu memberikan kontribusi yang lebih tinggi, baik dalam target maupun dalam realisasi, sehingga dapat mengurangi ketergantungan dari pemerintah Pusat.
2.        Alokasi dana untuk belanja juga perlu diseleksi sehingga tidak terjadi penumpukan alokasi dana pada jenis belanja yang sebelumnya telah ditampung di dalam pengeluaran belanja lain.
3.        Diupayakan peningkatan pertumbuhan PAD khususnya pendapatan daerah di masa yang akan datang, sehingga dapat menampung pengeluaran daerah demi berbagai kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan aspirasinya.























 
DAFTAR PUSTAKA

Algifari, 1997, “Statistika Induktif untuk Ekonomi dan Bisnis” UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Baridwan, Z., 1991, Sistem Akuntansi, BPFE, Yogyakarta.

Devas, dkk, 1989, “Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia”, Jakarta.

Depdagri, 1997, Kepmendagri No. 690.900.327, 1996, “Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan”.

Jaya, Wihana Kirana, 1999, Analisis Potensi Keuangan Daerah Pendekatan Makro, PPPEB UGM Yogyakarta.

Mulia, 1987, Bunga Rampai Keuangan Daerah, PT Tamita Raya Jakarta.

Medi, Setianus, 1996, Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta.

Munandar, 1999, “ Budgeting”, Edisi I, BPFE, Yogyakarta

Mardiasmo, 1999, Otonomi Daerah Yang Berorientasi Pada Kepentingan Publik National.

Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Wajo.

Sarjonopermono I., 1981, “Sekelumit Analisa Regresi dan Korelasi”, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta

Sosromidjojo Madenan, 1988, Administrasi Keuangan/Perbendaharaan dan Pengawasan keuangan, PD Percetakan Radya Indria, Yogyakarta.
Salman Bau Andi, S., SE, MM, 2006, Petunjuk Penulisan Usulan Penelitian dan Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Lamaddukelleng, Sengkang.






38
 
 
42
 
Tabel Lampiran 6.  Correlations

                                       Descriptive Statistics


Mean
Std. Deviation
N
PENDAPATAN
4682251690.1744
2699943002.74228
16
BELANJA
6128747248.8781
4377944133.96183
16


                                                   Correlations(a)



PENDAPATAN
BELANJA
PENDAPATAN
Pearson Correlation
1
.131
Sig. (2-tailed)
.
.628
Sum of Squares and Cross-products
109345383270854700000.000
23243914160794210000.000
Covariance
7289692218056980000.000
1549594277386281000.000
BELANJA
Pearson Correlation
.131
1
Sig. (2-tailed)
.628
.
Sum of Squares and Cross-products
23243914160794210000.000
287495922601362000000.000
Covariance
1549594277386281000.000
19166394840090800000.000
 
 
 
 
 
 
a  Listwise N=16