BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan
pemerintah daerah yang disusun berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang
berlaku, serta berbagai pertimbangan lainnya dengan maksud agar penyusunan,
pemantauan, pengendalian dan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
mudah dilakukan. Pada sisi yang lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
dapat pula menjadi sarana bagi pihak tertentu untuk melihat atau mengetahui
kemampuan daerah baik dari sisi pendapatan maupun sisi belanja.
|
Perkembangan
APBD terutama di sisi pendapatan daerah dapat menjadi dasar perencanaan jangka
pendek ( satu tahun ) dengan asumsi bahwa perkembangan yang akan terjadi pada
satu tahun ke depan relatif sama. Pendapatan Asli Daerah merupakan pencerminan
dari potensi ekonomi daerah, untuk itu tidak berlebihan apabila pemerintah
pusat menjadi PAD sebagai kriteria utama dalam pemberian otonomi kepada daerah.
Pelaksanaan
otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan keterlibatan segenap unsur dan
lapisan masyarakat, serta memberikan kekuasaan bagi pemerintah daerah dalam
melakukan pengelolaan keuangan daerah sehingga peran pemerintah adalah sebagai
katalisator dan fasilitator karena pihak pemerintahlah yang lebih mengetahui
sasaran dan tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai katalisator dan
fasilitator tentunya membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung dalam
rangka terlaksananya pembangunan secara berkesinambungan.
Anggaran
belanja merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan
serta konsistensi pembangunan di daerah secara keseluruhan menuju tercapainya
sasaran yang telah disepakati bersama.
Bertitik tolak
dari hasil pembangunan yang akan dicapai dengan tetap memperhatikan fasilitas
keterbatasan sumber daya yang ada maka dalam rangka untuk memenuhi tujuan
pembangunan baik secara nasional atau regional perlu mengarahkan dan
memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
disertai pengawasan dan pengendalian yang ketat baik yang dilakukan oleh aparat
tingkat atas maupun tingkat daerah serta jajaran sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Jaya ( 1999: 11
) menyatakan bahwa sumber pembiayaan pembangunan yang penting untuk
diperhatikan adalah penerimaan daerah sendiri, karena sumber inilah yang
merupakan wujud partisipasi langsung masyarakat suatu daerah dalam mendukung
proses pembangunan. Pengelolaan keuangan daerah sangat besar pengaruhnya
terhadap nasib suatu daerah kerena daerah dapat menjadi daerah yang kuat dan
berkuasa serta mampu mengembangkan kebesaranya atau menjadi tidak berdaya
tergantung pada cara mengelola keuangannya. Dalam hal ini pengelolaan keuangan
daerah mengandung beberapa kepengurusan dimana kepengurusan umum yang sering disebut
pengurusan administrasi dan kepengurusan khusus atau juga sering disebut
pengurusan bendaharawan.
Pengurusan umum
erat hubungannya dengan penyelenggaraan tugas daerah di segala bidang yang
membawa akibat pada pengeluaran dan yang mendatangkan penerimaan guna menutup
pengeluaran administrasi itu sendiri. Oleh kerena itu, semakin banyak dan
beratnya tugas daerah dengan kemungkinan keadaan keuangan yang terbatas,
maka perlu adanya efisien terhadap
rencana-rencana yang akan dijalankan pada masa yang akan datang.
Kebijakan yang
diambil oleh pemerintah untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan daerah
di bidang keuangan daerah, karena aspek keuangan daerah menjadi sesuatu yang
penting, sebab untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah dibutuhkan
dana atau biaya yang cukup besar sehingga kepada daerah diberi hak untuk
mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri dalam arti menggali dan mengelola
pendapatan asli daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah
daerah.
Sehubungan dengan
latar belakang tersebut di atas maka yang menjadi permasalahan adalah sistem
pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Wajo ini sangat luas maka dalam
penelitian ini akan dibatasi khusus pada analisis sistem pengelolaan pendapatan
daerah dan pengeluaran belanja administrasi umum Kabupaten Wajo dengan tidak
mengurangi obyek penelitian yang lainnya.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Wajo “.
B. Rumusan
Masalah
Untuk
memberikan arah dan sasaran yang jelas terhadap pembahasan selanjutnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
tingkat efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah
2.
Bagaimana
keeratan hubungan Realisasi Pendapatan Daerah dan Realisasi Pengeluaran Belanja
Administrasi Umum ( BAU ) Tahun
Anggaran 2003-2006
C. Tujuan
Penelitian
Seiring dengan
rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1.
Untuk
mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan daerah
2. Untuk
mengetahui keeratan hubungan Realisasi Pendapatan Daerah dan Realisasi
Pengeluaran Belanja Administrasi Umum Tahun Anggaran 2003-2006
D. Kegunaan
Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan manfaat yang
berarti yaitu :
1.
bagi
ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberikan referensi dalam bidang ilmu
keuangan khususnya pengelolaan pendapatan daerah dan pengeluaran rutin.
2.
bagi
peneliti dapat menambah pengetahuan dalam bidang keuangan daerah serta
meningkatkan kemampuan analisis tentang pengelolaan keuangan daerah.
3.
bagi
pemerintah daerah dalam hal ini Badan Pengelola Keuangan dan Belanja Daerah ( BPKBD ) Kabupaten Wajo
diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran di dalam menentukan kebijaksanaan
yang mampu meningkatkan pengelolaan keuangan daerah.
|
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengertian
Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah
Sebelum
mengurai sistem pengelolaan keuangan daerah terlebih dahulu dikemukakan
pendapat mengenai pengertian sistem itu sendiri. Adapun pengertian sistem
menurut W. Gerald Cole adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk
melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari suatu organisasi, sedangkan
prosedur adalah suatu urut-urutan pekerjaan kerani ( clerical ), biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian
atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap
transaksi-transaksi yang terjasi dalam suatu organisasi (Baridwan, 199: 3).
Berdasarkan
pengertian di atas maka salah satu unsur yang paling penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah adalah sistem atau cara
pengelolaan keuangan daerah secara berdayaguna dan berhasilguna. Hal tersebut
diharapkan agar sesuai dengan aspirasi pembangunan dan tuntutan masyarakat yang
semakin berkembang akhir-akhir ini.
|
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000, tentang pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dalam ketentuan umumnya menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan Keuangan Daerah menurut (Mulia, 1987: 179) adalah semua
hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamya segala bentuk kekayaan daerah
tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Selanjutnya
dalam pasal 4 dan 5 dikatakan pula bahwa, pengelolaan keuangan daerah dilakukan
secara tertib, taat pada peraturan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan
asas keadilan dan kepatutan sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam anggaran tertentu.
B. Tujuan
Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan
keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri
dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah menurut ( Devas, dkk., 1987;
279-280 ) adalah sebagai berikut :
1.
Tanggung
jawab ( accountability )
2.
Mampu
memenuhi kewajiban keuangan
3.
Kejujuran
4.
Hasil
guna ( efectiveness ) dan Daya guna (
efficiency )
5.
Pengendalian
C. Dasar
Hukum Keuangan Daerah
Dalam
pengelolaan keuangan daerah sebagai suatu perwujudan dari rencana kerja
keuangan akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam tahun anggaran yang
bersangkutan selain berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum yang berlandaskan
pula pada :
1.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
2.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah
3.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah
dan kewenagan propinsi sebagai daerah otonom
4.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
5.
Permendagri
Nomor 5 Tahun 1997 tentang pelaksanaan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan
ganti rugi keuangan dan barang daerah
6.
Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
7.
Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
D. Pengertian
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
Dengan
berlandaskan pada dasar hukum di atas maka penyusunan APBD sebagai rancana
kerja keuangan adalah sangat penting dalam rangka penyelenggaraan fungsi daerah
otonom. Dari uraian tersebut boleh dikatakan bahwa APBD sebagai alat / wadah
untuk menampung berbagai kepentingan publik ( public accountability ) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan
dan program, dimana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan oleh
masyarakat umum.
Menurut Menteri
Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia
menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ) pada
hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai, sebagai alat untuk
meningkatkan pelayanana umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh
karena itu, DPRD dan pemerintah daerah harus berupaya secara nyata dan
terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil
masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhi
tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentigan dan
akuntabilitas publik.
Mardiasmo (
1999: 11 ) mengemukakan bahwa salah satu aspek dari pemerintah daerah yang
harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan
anggaran daerah. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai
instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya
pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran daerah
seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan
pengeluaran, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat
otoritas pengeluaran di masa yang akan datang. Ukuran standar untuk evaluasi
kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja
E. Aspek
Pengelolaan Keuangan Daerah
Aspek
pengelolaan keuangan daerah, pada dasarnya menyangkut tiga hal yang saling
terkait satu dengan yang lainya, yaitu :
1.
Aspek
Penerimaan, yaitu mengenai seberapa besar kemampuan Pemerintah Daerah dapat
menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut
2.
Aspek
Pengeluaran, yaitu mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan
publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat.
3.
Aspek
Anggaran, yaitu mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran serta
kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa depan
Pendapatan
daerah dapat diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu sumber-sumber pendapatan
dari daerah sendiri dan sumber-sumber pendapatan dari luar daerah.
Sumber-sumber pendapatan dari daerah sendiri adalah sumber pendapatan yang
dikumpulkan secara langsung dari masyarakat daerah yang bersangkutan, misalnya
pajak dan retribusi. Sumber-sumber pendapatan eksternal adalah sumber
pendapatan yang berasal dari luar daerah seperti pemerintah diatasnya (
propinsi ) dan pemerintah pusat dan pinjaman serta lain-lain yang sah.
Menurut
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun2004, sumber-sumber penerimaan daerah
terdiri dari 3 bagian, yakni :
1.
Pendapatan
Asli Daerah , yang terdiri dari :
(a)
Hasil
pajak daerah
(b)
Hasil
retribusi daerah
(c)
Hasil
Perusahaan milik daerah
(d)
Lain-lain
pendapatan daerah yang sah
2.
Dana
perimbangan yang terdiri dari :
(a)
Bagian
daerah dari penerimaan PBB, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan
penerimaan dari sumber daya alam
(b)
Dana
Alokasi Umum
(c)
Dana
Alokasi Khusus
(d)
Pinjaman
Daerah
3.
Lain-lain
pendapatan daerah.
Pengeluaran
daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang mengurangi kekayaan Pemerintah Daerah. Dalam struktur
anggaran daerah dengan pendekatan kinerja, pengeluaran daerah ( belanja daerah
) dirinci menurut organisasi, fungsi kelompok, dan jenis belanja, yakni :
- Belanja daerah menurut organisasi adalah suatu kesatuan pengguna anggaran seperti Sekretariat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah lainya
- Fungsi belanja misalnya pendidikan, kesehatan, dan fungsi-fungsi lainya
- Kelompok belanja misalnya belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, belanja modal
- Jenis belanja misalnya belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan
F.
Proses Penyusunan APBD
Proses
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Wajo yang
diawali dengan proses penentuan rencana plafond APBD sesuai silklus anggaran
dimulai dari :
1. proses
penentuan pendapatan
2. proses
penentuan belanja
3. proses
penentuan pembiayaan
Selanjutnya
hasil rencana anggaran yang telah disusun oleh instansi yang bersangkutan
secara terpadu diajukan kepada tim anggaran eksekutif dan kemudian disampaikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD ) dalam bentuk Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah guna dibahas dan disetujui DPRD, sehingga
penetapannya dapat dituangkan didalam peraturan daerah.
Kemampuan
aparatur pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah khususnya di
bidang pengelolaan Keuangan daerah dapat dianalisis dari kinerja aparatur
pemerintah daerah. Kinerja diartikan sebagai bentuk prestasi atau hasil dari
prilaku pekerja yang merupakan fungsi dari kemampuan (ability) dukungan (support)
dan usaha (effort), untuk mengukur
seberapa besar kinerja aparatur pemerintah daerah yang dapat diukur dengan
efektivitas, dan efisiensi.
G. Pengertian Efisiensi, Efektivitas Dan
Korelasi
Efisiensi
mengandung beberapa pengertian menurut Khan (1994: 21,7) yaitu :
1.
Efisiensi
pada sektor usaha swasta ( private sector efficiency ), dijelaskan
dengan konsep input output yaitu
rasio dari output dan input
2.
Efisiensi
pada sektor pelayanan masyarakat (public
sector efficien), yaitu suatu kegiatan yang dilakukan dengan baik dengan
pengorbanan seminimal mungkin.
3.
Suatu
kegiatan dikatakan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan
tersebut telah mencapai sasaran (output)
dengan biaya (input) yang terendah
atau dengan biaya (input) minimal
diperoleh hasil (output) yang
diinginkan.
Pengertian
efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor
publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut
mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat
yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas menurut
Devas, dkk., ( 1989, 279-280 ) adalah hasil guna kegiatan pemerintah dalam
mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program
dapat direncanakan dan dihasilkan untuk mencapai tujuan pemerintah dengan biaya
serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.
Faktor-faktor
efisiensi dan efektivitas sebagai berikut :
1.
Faktor
sumber daya baik sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja,
maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja serta dana
keuangan
2.
Faktor
sturktur organisasi yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan baik itu
sturktur maupun fungsional
3.
Faktor
teknologi pelaksanaan pekerjaan
4.
Faktor
dukungan kepada aparatur dan pelaksanannya baik pimpinan maupun masyarakat
5.
Faktor
pimpinan dalam arti untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam
suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang
dimaksud
Menurut
Algifari ( 1997; 146 ), bahwa untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua
variabel dengan menggunakan koefisien korelasi adalah dengan menggunakan nilai
absolut dari koefisien korelasi tersebut. Selanjutnya menurut Sardjonopermono (
1981; 1 ), analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk
menentukan kuatnya atau derajat hubungan garis lurus ( linear ) antara dua variabel
atau lebih. Dengan dua variabel, semakin nyata hubungan garis lurus (linear) semakin kuat atau tinggi
hubungan garis lurus (linear) antara kedua variabel tersebut. Ukuran untuk
derajat hubungan garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi ( the
correlation coeffisient ).
H. Kerangka
Pemikiran
Dalam
suatu mekanisme pembahasan dibutuhkan suatu perencanaan yang matang agar setiap
pembahasan megacuh kepada acuan yang menjadi pedoman dalam menyusun sebuah
tulisan. Olehnya itu, untuk mengetahui pembahasan dalam Analisis Sistem
Pengelolaan Keuangan Daerah pada Kabupaten Wajo maka kerangka pemikiran yang
didasarkan pada inti dari tinjauan pustaka sebagai berikut :
I. Hipotesis
Berdasarkan
tinjaun pustaka dan karangka pikir maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis
sebagai berikut :
1.
Tingkat
efektifitas dan efisiensi APBD Kabupaten Wajo cukup efektif dan efisien.
2.
Ada hubungan erat antara
realisasi penerimaan dan realisasi pengeluaran .
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis
Dan Sumber Data
Jenis dan
sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1.
Data
Primer
Sejumlah data yang diperoleh dari
penelitian lapangan dan seluruhnya bersumber dari Badan Pengelolan Keuangan dan
Barang Daerah yang diperoleh dari hasil wawancara secara langsung terhadap
responden atau pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan keuangan daerah.
2.
Data
Sekunder
Data sekunder adalah sejumlah data
yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan, data-data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen resmi serta laporan keuangan berupa data runtut waktu (time series) dalam tahun anggaran 2003
sampai dengan 2006
|
B. Populasi
Dan Sampel
Populasi
penelitian ini mencangkup realisasi Anggaran penerimaan dari tahun 2003 sampai
2006, sehingga sampel penelitian ini ditarik dari realisasi Anggaran berdasarkan sampel
penuh.
C. Tekhnik
Pengumpulan Data
Dalam
penelitian yang telah dilakukan ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut :
1.
Observasi
adalah Metode ini dilakukan dengan cara pengumpulan data atau informasi
berdasarkan atas tinjauan dan pengamatan peneliti secara langsung terhadap
aspek-aspek yang terkait tentang Analisis Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah
Kabupaten Wajo
2.
Interview. Metode ini interview diperoleh dengan cara
melakukan wawancara atau tanya jawab langsung terhadap responden yang terpilih
dalam mengumpulkan informasi-informasi yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti dan juga dilakukan terhadap pimpinan atau atasan langsung dari para
responden tersebut
3.
Dokumentasi.
Metode ini dilakukan dengan cara pengumpulan data melalui dokumen-dokumen resmi
yang ada pada Analisis Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah
4.
Kuesioner.
Metode ini dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada seluruh
responden yang berkaitan dengan Pengelolaan Keuangan Daerah.
D. Tekhnik
Analisis Data
Model (alat
analisis) yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui
efektivitas dan efisiensi dengan hubungan keeratan antara realisasi penerimaan
dan pengeluaran belanja administrasi umum dalam proses pengelolaan keuangan
daerah oleh pemerintah daerah dari tahun 2003 sampai dengan 2006.
1.
Analisis
efisiensi
Hasil analisis yang
dilakukan terhadap pengelolaan keuangan daerah khususnya pengelolaan penerimaan
daerah dengan pengeluaran belanja administrasi umum menggunakan ukuran tingkat
efisiensi yaitu perbandingan antara realisasi pengeluaran belanja administrasi
umum dengan penerimaan daerah dikalikan dengan seratus dalam bentuk persentase
Dengan
mengetahui hasil perbandingan antara realisasi pengeluaran belanja administrasi
umum dan realisasi penerimaan dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut
dapat dilakukan terhadap system penelolaan keuangan daerah, dengan kriteria
penilaian berdasarkan data kinerja keuangan yang disusun dalam Tabel berikut
ini (Medi, 1996: 77).
Tabel III. 1. Kriteria Kinerja Keuangan
Persentase Kinerja Keuangan
|
Kriteria
|
100 % ke atas
90 % - 100 %
80 % - 90 %
60 % - 80 %
Dibawah dari 60 %
|
Tidak efisien
Kurang efisien
Cukup efisien
Efisien
Sangat efisien
|
Sumber : Pedoman
Penilaian dan Kinerja Keuangan, 1997
2.
Analisis
efektivitas
Analisis
efektivitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah dirumuskan dengan
menggunakan rasio perbandingan antara realisasi penerimaan dengan target yang
ditetapkan dikalikan dengan seratus dalam bentuk persentase
Nilai
efektivitas diperoleh dari perbandingan sebagai mana tersebut diatas diukur
dengan criteria penilaian kinerja keuangan yang disusun dalam table
berikut ini (Medi, 1996: 77).
Tabel III. 2. Kriteria Kinerja Keuangan
Persentase Kinerja Keuangan
|
Kriteria
|
Di atas 100 %
90 % - 100 %
80 % - 90 %
60 % - 80 %
Kurang dari 60 %
|
Sangat efektif
Efektif
Cukup efektif
Kurang efektif
Tidak efektif
|
Sumber : Pedoman
Penilaian dan Kinerja Keuangan, 1997
3.
Analisis
korelasi
Untuk mengetahui keeratan
hubungan antara realisasi penerimaan (
Y ) dan realisasi pengeluaran belanja administrasi umum ( X ) dipergunakan
analisis korelasi dengan formulasi sebagai berikut (Algifari, 1997: 146).
Di mana :
r = adalah koefisien korelasi
n = adalah jumlah periode
y = adalah realisasi penerimaan
x = adalah realisasi pengeluaran belanja
administrasi umum
besarnya
koefisien korelasi ( r ) antara dua variabel ( Y dan X ) adalah nol sampai
dengan + 1. apabila dua buah variabel ( Y dan X ) mempunyai nilai r = 0
berarti variable-variabel tersebut tidak ada hubungan. Apabila
variabel-variabel itu mempunyai r = + 1, maka kedua variabel tersebut
mempunyai hubungan yang sempurna.
E. Definisi
Operasional
1.
Keuangan
Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala
bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
2.
Pengelolaan
Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatahusaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan daerah
3.
Pengelolaan
Keuangan Daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang
diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.
4.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan, anggaran daerah
yang menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan
efektivitas Pemerintah Daerah.
5.
Pendapatan
Daerah merupakan semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran
tertentu yang menjadi hak daerah, yang meliputi :
(a)
PAD
(b)
Dana
Perimbangan
(c)
Lain-lain
pendapatan daerah
6.
Belanja
Administrasi Umum merupakan pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun
anggaran dan tidak menambah asset atau kekayaan bagi daerah, yang meliputi :
(d)
Belanja
pegawai
(e)
Belanja
barang dan jasa
(f)
Belanja
perjalanan dinas
(g)
Belanja
pemeliharaan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Perkembangan dan Hubungan antara Variabel yang Diamati
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari Penerimaan,
Pengeluaran dan Anggaran. Penerimaan dibagi dalam tiga bagian yakni PAD, Dana
Perimbangan dan Lain-lain. Pengeluaran dibagi dalam tiga bagian yakni Belanja
Administrasi Umum, BOP dan Belanja
modal. Sedangkan Anggaran dibagi dua yakni Penerimaan daerah dan pengeluaran
daerah. Berhubung focus penelitian ini hanya terbatas pada Penerimaan/pendapatan
dan Pengeluaran/belanja administrasi umum, maka analisis selanjutnya hanya terbatas
pada kedua variable tersebut.
Pada
bagian penerimaan/pendapatan daerah yang diamati adalah pendapatan asli daerah,
dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah, seperti pada Tabel berikut
ini.
|
Tabel IV. 1.
|
Kontribusi Pendapatan Daerah dan
Total APBD terhadap Dana Perimbangan Pemerintah Pusat, APBD 2003 - 2006
|
||||||
NO.
|
TAHUN ANGGARAN
|
JUMLAH PENDAPATAN DAERAH
|
TOTAL PENDAPATAN (Rp.)
|
PERSENTASE
|
|||
KONTRIBUSI PAD
|
PERIMBANGAN
|
||||||
1
|
2003
|
14,788,533,589.45
|
240,827,993,688.82
|
6.14
|
93.86
|
||
2
|
2004
|
13,855,857,411.41
|
240,927,494,761.20
|
5.75
|
94.25
|
||
3
|
2005
|
21,046,710,366.74
|
286,390,634,912.74
|
7.35
|
92.65
|
||
4
|
2006
|
25,224,925,675.19
|
401,035,738,022.19
|
6.29
|
93.71
|
||
Keterangan
: Data Telah Diolah, 2007
|
|||||||
Berdasarkan
Tabel IV.1. dapat dilihat bahwa
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat masih sangat
dominan, dimana persentase kontirbusi PAD terhadap total APBD berkisar 5,75 %
sampai dengan 7,35 %, sedangkan persentase ketergantungan dalam bentuk dana
perimbangan terhadap pemerintah pusat berkisar 92,65 % sampai dengan 94,25
%.
Selain
itu diamati pula rasio / perbandingan alokasi pengeluaran dalam bentuk belanja
administrasi umum dengan total pendapatan, yang dapat dilihat pada Tabel IV.2.
berikut ini.
Tabel IV. 2.
|
Perbandingan Alokasi Belanja
Administrasi Umum terhadap Total Pendapatan 2003 - 2006
|
||||
NO.
|
TAHUN ANGGARAN
|
TOTAL PENDAPATAN (Rp.)
|
REALISASI BELANJA (Rp.)
|
PERSENTASE (%)
|
|
1
|
2003
|
240,827,993,688.82
|
123,553,116,115.57
|
51.30
|
|
2
|
2004
|
240,927,494,761.20
|
26,273,290,838.54
|
10.91
|
|
3
|
2005
|
286,390,634,912.74
|
22,864,756,551.35
|
7.98
|
|
4
|
2006
|
401,035,738,022.19
|
142,254,689,606.00
|
35.47
|
|
Keterangan
: Data Telah Diolah, 2007
|
Tabel IV.2
menunjukkan bahwa alokasi dana untuk Pengeluaran dalam bentuk administrasi umum tiap Tahun Anggaran
bervariasi kearah yang lebih baik, kenaikan terendah sebesar 7,98%
pada Tahun Anggaran 2005
dan tertinggi terjadi pada Tahun Anggaran 2003 kemudian disusul pada tahun anggaran 2006
masing-masing sebesar 51,30 % dan 35,47 %. Demikian juga dengan perkembangan
dan pertumbuhan APBD selama 4 (empat) tahun anggaran yaitu Tahun
Anggaran 2003
sampai dengan Tahun
Anggaran 2006 menunjukkan
kenaikan selama 4 tahun pengamatan terendah 0,04 % pada
Tahun Anggaran 2004 dan tertinggi 40,03
% terjadi pada Tahun
Anggaran 2006,
sesuai Tabel IV.3, berikut ini
Tabel IV. 3.
|
Pertumbuhan / Perkembangan Total Pendapatan
Kabupaten Wajo 2003 – 2006
|
|||
NO.
|
TAHUN ANGGARAN
|
TOTAL PENDAPATAN (Rp.)
|
PERTUMBUHAN (%)
|
|
1
|
2003
|
240,827,993,688.82
|
-
|
|
2
|
2004
|
240,927,494,761.20
|
0.04
|
|
3
|
2005
|
286,390,634,912.74
|
18.87
|
|
4
|
2006
|
401,035,738,022.19
|
40.03
|
|
Keterangan
: Data Telah Diolah, 2007
|
Selanjutnya gambaran
perkembangan realisasinya akan disajikan melalui kontribusi realisasi pendapatan daerah dan
dana perimbangan terhadap pemerintah pusat,
Kontribusi realisasi pendapatan daerah dan dana perimbangan terhadap pemerintah pusat, dapat diilihat pada Tabel IV.4
sebagai
berikut.
Tabel IV. 4.
|
Kontribusi Pendapatan Daerah dan
Dana Perimbangan terhadap Pemerintah Pusat, APBD 2003 - 2006
|
||||||
NO.
|
TAHUN ANGGARAN
|
JUMLAH PENDAPATAN ASLI
DAERAH (Rp.)
|
DANA PERIMBANGAN (Rp.)
|
PERSENTASE
|
|||
KONTRIBUSI PAD
|
PERIMBANGAN
|
||||||
1
|
2003
|
14,788,533,589.45
|
209,855,745,694.37
|
7.05
|
92.95
|
||
2
|
2004
|
13,855,857,411.41
|
211,867,442,094.79
|
6.54
|
93.46
|
||
3
|
2005
|
21,046,710,366.74
|
256,603,243,431.00
|
8.20
|
91.80
|
||
4
|
2006
|
25,224,925,675.19
|
375,810,812,347.00
|
6.71
|
93.29
|
||
Keterangan
: Data Telah Diolah, 2007
|
|||||||
Berdasarkan
Tabel IV.4, di atas dapat dikatakan bahwa kontribusi pendapatan daerah terhadap pemerintah pusat, APBD selama 4
Tahun
Anggaran berfluktuasi, dan terendah dicapai pada Tahun Anggaran 2004 sebesar 6,54 % dan tertinggi terjadi pada Tahun Anggaran 2005
sebesar 8,20
%, sedangkan dana perimbangan terhadap
pemerintah pusat sangat tinggi berkisar antara 91,80
% sampai dengan 93,46
% dalam periode yang
sama.
Rasio
perbandingan realisasi
belanja
administrasi umum dan realisasi belanja modal administrasi umum APBD dalam periode yang
sama dapat diilihat pada Tabel IV.5
berikut ini.
Perkembangan/pertumbuhan realisasi APBD dari Tahun Anggaran 2003 sampai dengan 2006,
dapat diilihat pada Tabel IV.6 berikut ini.
Tabel IV. 5.
|
Pertumbuhan / Perkembangan Realisasi
APBD Kabupaten Wajo 2003 – 2006
|
||||||
NO.
|
TAHUN ANGGARAN
|
REALISASI BELANJA (Rp.)
|
DANA PERIMBANGAN (Rp.)
|
PERTUMBUHAN
|
|||
REALISASI
BELANJA
|
PERIMBANGAN
|
||||||
1
|
2003
|
123,553,116,115.57
|
209,855,745,694.37
|
-
|
-
|
||
2
|
2004
|
26,273,290,838.54
|
211,867,442,094.79
|
(78.74)
|
0.96
|
||
3
|
2005
|
22,864,756,551.35
|
256,603,243,431.00
|
(12.97)
|
21.11
|
||
4
|
2006
|
142,254,689,606.00
|
375,810,812,347.00
|
522.16
|
46.46
|
||
Keterangan
: Data Telah Diolah, 2007
|
|||||||
Hasil analisis menggambarkan bahwa pertumbuhan realisasi belanja Daerah berfluktuasi dan terendah pada Tahun Anggaran
2004 minus sebesar 78,74 % dan tertinggi sebesar 522,16
% pada Tahun
Anggaran 2006. Sedangkan pertumbuhan realisasi pengeluaran Daerah
dalam hal dana perimbangan, juga
berfluktuasi dan tertinggi 46,46 % pada Tahun
Anggaran 2006
dan terendah sebesar 0,96
% pada Tahun Anggaran 2004.
B. Hasil Analisis Data dan Pembahasan
Dalam menganalisis data
yang telah dikumpulkan yang
berhubungan
dengan pengelolaan keuangan daerah maka yang
menjadi
titik pembahasannya adala
1. Efektifitas pengelolaan dilihat dari sisi penerimaan
Pada sisi penerimaan
yang dianalisis adalah target dan realisasi penerimaan/pendapatan dengan
menggunakan rumus efektifitas sebagai berikut :
Realisasi pendapatan
Efisiensi = x 100% Target
2. Efisiensi pengelolaan
dilihat dari sisi pengeluaran
Untuk menganalisis tingkat efisiensi pengelolaan penerimaan/pendapatan
dengan pengeluaran/belanja administrasi umum sebagai berikut :
Dari hasil analisis dengan menggunakan kedua rumus
tersebut di atas dapat diketahui masing-masing tingkat efisiensi dan
efektivitas (Tabel Lampiran 3 dan 4), dan disederhanakan seperti pada Tabel IV.7, berikut ini.
Tabel IV. 6.
|
Kinerja Pengelolaan Keuangan APBD
Kabupaten Wajo 2003 – 2006
|
|||
NO.
|
TAHUN ANGGARAN
|
KRITERIA
|
||
EFEKTIFITAS %
|
EFISIENSI %
|
|||
1
|
2003
|
66.66
|
51.30
|
|
2
|
2004
|
92.56
|
10.91
|
|
3
|
2005
|
101.38
|
7.98
|
|
4
|
2006
|
69.22
|
35.47
|
|
Keterangan
: Data Telah Diolah, 2007
|
Dengan demikian
dapat diketahui tingkat efektifitas dan efisiensi dari
pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah di mana tingkat efektifitas berkisar antara 66,66
% sampai
dengan.101,38 % ini berarti sangat efektif.
Dernikian juga tingkat efisiensi
berkisar antara 7,98 % sampai dengan 51,30
% ini berarti sangat efisien.
3. Analisis korelasi dilihat dari keeratan hubungan
Koefisien korelasi
merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan
untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara suatu variabel dengan
variabel lain. Jika koefisien korelasi berhubungan dengan sampel yang
digunakan, maka koefisien
korelasi diberi simbol r yang besarnya adalah akar koefisien determinasi (rz).
Berdasarkan uraian ini formula yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap keeratan
hubungan antara realisasi pendapatan
daerah dengan realisasi belanja seperti pada bab
terdahulu yakni
Namun demikian, untuk menghindari kesalahan manual
dalam
melakukan estimasi untuk
mengetahui keeratan hubungan antara kedua variabel itu sesuai data pada Tabel Lampiran 6,
yang diolah dengan komputer (Program SPSS Vol. 12) dengan hasilnya
seperti print
out computer (Tabel Lampiran 6). Pada Pearson Korelasi (Correlation Pearson) tersebut terdapat angka 0,628 pada
kolom Sig.
(2-tailed). Oleh karena itu, keeratan hubungan
antara variabel belanja
dan variabel pendapatan
adalah 0,628 atau 62,80 %, sehingga antara variabel belanja
dan variabel pendapatan
mempunyai hubungan yang
searah.
Artinya perubahan
nilai variabel belanja
dan perubahan nilai variabel pendapatan searah. Jadi jika nilai
variabel belanja naik, maka nilai variabel pendapatan juga naik. Sebaliknya jika nilai variabel belanja
turun, maka nilai variabel pendapatan juga akan turun. Dalam
hasil
analisis ini nilai koefisien korelasinya (r) positif karena 0,628 atau 62,80 %, mendekati 1
(satu) sehingga hubungan antara realisasi pendapatan daerah
(variabel Y) dan realisasi belanja (variabel X) dapat dikatakan posit.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian dan hasil analisis pada bab-bab terdahulu, akan disimpulkan
hal-hal sebagai berikut.
1. Tingkat efektivitas dalam
periode yang sama berkisar antara 66,66 % sampai dengan.101,38 % ini berarti
sangat efisien.
2.
Tingkat efisiensi selama
periode pengamatan berkisar
antara 7,98 % sampai dengan 51,30 % ini berarti sangat
efisien.
3.
Keeratan hubungan antara realisasi pendapatan daerah
(variabel Y) dan realisasi belanja (variabel X)
dikatakan positif karena
koefisien korelasinya (r) 0,628 atau 62,80 % mendekati 1 (satu).
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil analisis, betikut ini akan disarankan beberapa hal untuk dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan sistem pengelolaan keuangan daerah di masa yang
akan datang sebagai berikut.
1.
|
2.
Alokasi
dana untuk belanja juga perlu diseleksi sehingga tidak terjadi penumpukan alokasi dana pada jenis belanja yang sebelumnya telah
ditampung di dalam pengeluaran belanja lain.
3.
Diupayakan
peningkatan pertumbuhan PAD khususnya pendapatan daerah
di masa yang akan datang, sehingga dapat
menampung pengeluaran
daerah demi berbagai kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan aspirasinya.
|
Algifari,
1997, “Statistika Induktif untuk Ekonomi
dan Bisnis” UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Baridwan,
Z., 1991, Sistem Akuntansi, BPFE, Yogyakarta.
Devas, dkk,
1989, “Keuangan Pemerintah Daerah di
Indonesia”, Jakarta.
Depdagri,
1997, Kepmendagri No. 690.900.327, 1996, “Pedoman
Penilaian dan Kinerja Keuangan”.
Jaya, Wihana
Kirana, 1999, Analisis Potensi Keuangan
Daerah Pendekatan Makro, PPPEB UGM Yogyakarta.
Mulia, 1987,
Bunga Rampai Keuangan Daerah, PT
Tamita Raya Jakarta.
Medi,
Setianus, 1996, Kinerja Pengelolaan
Keuangan Daerah, Yogyakarta.
Munandar,
1999, “ Budgeting”, Edisi I, BPFE, Yogyakarta
Mardiasmo,
1999, Otonomi Daerah Yang Berorientasi
Pada Kepentingan Publik National.
Peraturan
Daerah Kabupaten Wajo Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Wajo.
Sarjonopermono I., 1981, “Sekelumit Analisa Regresi dan Korelasi”,
Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta
Sosromidjojo
Madenan, 1988, Administrasi
Keuangan/Perbendaharaan dan Pengawasan keuangan, PD Percetakan Radya Indria, Yogyakarta.
Salman Bau
Andi, S., SE, MM, 2006, Petunjuk
Penulisan Usulan Penelitian dan
Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Lamaddukelleng, Sengkang.
|
|
Descriptive
Statistics
Mean
|
Std. Deviation
|
N
|
|
PENDAPATAN
|
4682251690.1744
|
2699943002.74228
|
16
|
BELANJA
|
6128747248.8781
|
4377944133.96183
|
16
|
Correlations(a)
PENDAPATAN
|
BELANJA
|
||
PENDAPATAN
|
Pearson
Correlation
|
1
|
.131
|
Sig. (2-tailed) |
.
|
.628
|
|
Sum of Squares and Cross-products |
109345383270854700000.000
|
23243914160794210000.000
|
|
Covariance |
7289692218056980000.000
|
1549594277386281000.000
|
|
BELANJA
|
Pearson
Correlation
|
.131
|
1
|
Sig. (2-tailed) |
.628
|
.
|
|
Sum of Squares and Cross-products |
23243914160794210000.000
|
287495922601362000000.000
|
|
Covariance |
1549594277386281000.000
|
19166394840090800000.000
|
a Listwise N=16